Berdikari.co, Bandar Lampung – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung menyoroti serius persoalan tunggakan pembayaran obat di dua rumah sakit daerah (RSUD) di Provinsi Lampung yang mencapai total Rp4,5 miliar. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat bagi masyarakat.
Kepala Perwakilan Ombudsman Lampung, Nur Rakhman Yusuf, meminta kepala daerah dan DPRD segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap tata kelola keuangan rumah sakit.
“Seyogyanya kepala daerah harus turun tangan, termasuk DPRD untuk mengaudit keuangan RSUD. Walaupun ini urusannya kontrak dua pihak, jangan sampai merugikan pasien ketika ketersediaan obat menjadi kendala,” ujarnya, Sabtu (22/11/2025).
Ia menilai pemerintah daerah tidak boleh bersembunyi di balik alasan bahwa masalah tersebut merupakan persoalan kontraktual antara rumah sakit dengan perusahaan farmasi. Menurutnya, keselamatan pasien harus menjadi prioritas.
Nur Rakhman juga mengingatkan agar manajemen rumah sakit tidak saling lempar tanggung jawab. “Berdalih ini warisan manajemen lama misalnya, jangan juga. Tetap harus diselesaikan dengan baik,” tegasnya.
Ia menilai tidak etis jika rumah sakit masih mampu membeli obat secara tunai dari pihak lain, sementara utang lama dibiarkan mengendap tanpa penyelesaian.
“Ini menyangkut pelayanan publik yang vital. Jangan sampai persoalan administrasi berdampak pada keselamatan masyarakat,” tutupnya.
Sebelumnya, Paguyuban PBF Nasional (PPN) Lampung mengungkapkan bahwa RSUD Ryacudu Kotabumi di Kabupaten Lampung Utara memiliki tunggakan kepada sembilan perusahaan farmasi sebesar Rp1,8 miliar sejak tahun 2020.
“Untuk RSUD Ryacudu totalnya Rp1,8 miliar kepada 9 perusahaan farmasi nasional. Ada yang sejak 2020 tidak dibayar. Kami sudah berulang kali melakukan pendekatan, tapi tetap tidak ada kepastian,” terang Ketua PPN Lampung, Eko Lucky, saat berkunjung ke Kantor Kupas Tuntas.
Selain itu, RSUD Batin Mangunang di Kabupaten Tanggamus juga diketahui menunggak pembayaran obat kepada sembilan perusahaan farmasi lainnya dengan nilai lebih besar, yakni Rp2,7 miliar. Utang tersebut mulai menumpuk sejak April 2024.
“RSUD Batin Mangunang juga menunggak hingga Rp2,7 miliar kepada 9 perusahaan sejak April 2024,” paparnya.
Eko menambahkan, pihak farmasi sebenarnya sudah memberikan ruang dialog dan berharap adanya itikad baik dari rumah sakit untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Namun hingga kini, belum ada kejelasan mengenai jadwal maupun skema pembayaran. (*)

berdikari









