Berdikari.co, Bandar Lampung - Lampung
Corruption Watch (LCW) menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menggelar pertemuan dengan Gubernur Lampung serta seluruh bupati dan wali kota
se-Provinsi Lampung sebagai sinyal kuat adanya perhatian khusus terhadap tata
kelola pemerintahan di daerah.
Ketua
LCW, Juendi Leksa Utama, mengatakan kehadiran langsung KPK menjadi peringatan
bagi seluruh kepala daerah agar tidak main-main dalam sistem pengadaan barang
dan jasa maupun pembangunan daerah.
“KPK
pasti melihat ada potensi masalah serius di Lampung. Selama ini, pengadaan
barang dan jasa masih menjadi sektor paling rawan korupsi. Banyak proyek yang
dikendalikan oleh lingkar kekuasaan melalui intervensi dalam proses tender
maupun penunjukan langsung,” kata Juendi, Rabu (5/11/2025).
Juendi
menilai, meskipun kepala daerah setiap tahun menandatangani komitmen aksi
pencegahan korupsi, implementasinya masih jauh dari harapan.
Sebagian
besar pemerintah daerah, lanjutnya, hanya fokus pada pemenuhan laporan
administratif ke KPK tanpa benar-benar memperbaiki tata kelola anggaran dan
sistem pengawasan internal.
“Program
pencegahan korupsi terintegrasi yang dijalankan KPK belum efektif. Banyak
daerah menganggapnya sekadar kewajiban formal, bukan sebagai mekanisme
perbaikan sistem,” ujarnya.
Menurut
Juendi, titik rawan penyimpangan dalam pengadaan biasanya terjadi pada tahap
perencanaan dan evaluasi lelang, di mana permainan harga dan rekayasa
spesifikasi kerap muncul. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya sistem
pengawasan dan minimnya partisipasi publik dalam mengawal proyek pembangunan.
Ia
juga menilai, penerapan e-procurement belum
sepenuhnya menutup celah praktik korupsi di daerah. Meskipun sistem pengadaan
sudah digital, praktik pengaturan pemenang tender masih terjadi secara
terselubung.
“Sistem
boleh elektronik, tapi kalau mental pejabat dan rekanan masih mencari celah
keuntungan pribadi, korupsi tetap bisa terjadi. Jadi yang perlu diperkuat
adalah integritas pejabat dan keterbukaan data proyek ke publik,” tegasnya.
Juendi
menegaskan, pengarahan KPK kepada kepala daerah se-Lampung harus diikuti dengan
pengawasan dan penindakan tegas jika masih ditemukan pelanggaran.
“Tanpa
keberanian menindak, kegiatan seperti ini hanya akan jadi rutinitas tanpa
dampak nyata. Kepala daerah harus berani membangun sistem yang benar-benar
transparan dan partisipatif,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto,
mengatakan rapat koordinasi antara KPK dengan para kepala daerah di Provinsi
Lampung merupakan momentum penting untuk memperbarui dan memperkuat komitmen
bersama dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih, berwibawa, dan
bermartabat.
Yusdianto menegaskan, komitmen tersebut harus diterjemahkan secara nyata
melalui kebijakan dan prosedur operasional yang terukur di tahun 2026
mendatang.
“Pemprov, bupati, dan wali kota perlu segera menindaklanjuti arahan KPK
dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas di setiap sektor
pemerintahan,” ujarnya, Rabu (5/11/2025).
Menurut Yusdiyanto, fokus utama pencegahan korupsi terletak pada delapan
area intervensi KPK, terutama perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan
barang dan jasa, pelayanan publik, serta optimalisasi pendapatan daerah yang
selama ini menjadi titik rawan praktik koruptif.
“Penandatanganan pakta integritas jangan hanya bersifat seremonial, tetapi
harus diikuti sanksi tegas bagi ASN yang melanggar,” tegasnya.
Ia juga menilai, hasil rapat koordinasi tersebut perlu dijadikan sebagai
kontrak politik dan kebijakan bersama yang mengikat seluruh penyelenggara
negara di Lampung.
“Pertemuan ini harus menjadi titik balik (turning point) untuk menanggapi
catatan buruk korupsi di masa lalu dan menandai dimulainya era akuntabilitas
kolektif,” katanya.
Yusdianto menambahkan, integritas dan keteladanan kepala daerah menjadi
pilar utama dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, gubernur, bupati, dan wali kota harus menjadi motor penggerak
perubahan dan berkomitmen untuk tidak melakukan intervensi politik terhadap
aktivitas di lingkungan pemerintah daerah.
Selain itu, lanjut Yusdianto, upaya pemberantasan korupsi harus menyentuh
ranah pelayanan publik dengan meminimalkan interaksi tatap muka antara
masyarakat dan petugas.
“Pemda perlu memperkuat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) berbasis
elektronik dan menerapkan sistem tata kelola yang baik dan terukur,” ujarnya.
Yusdianto menyarankan agar pemerintah daerah melakukan reformasi sistem
perencanaan dan penganggaran APBD sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto,
dengan mengedepankan efektivitas dan efisiensi, serta menghindari program yang
tidak relevan.
“Penerapan sistem e-planning dan e-budgeting terintegrasi harus segera
dilakukan. Selain itu, inovasi digital melalui e-pajak dan e-retribusi penting
untuk mendorong optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus mengurangi
potensi pungli,” imbuhnya.
Yusdianto juga menekankan bahwa hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK
Tahun 2025 perlu dijadikan peta jalan utama bagi Pemda di Lampung. Pemerintah
daerah harus menindaklanjuti hasil survei dengan Rencana Aksi Perbaikan (RAP)
tahun 2026.
“Pemda perlu mengaktifkan Whistleblowing System (WBS) yang independen dan terjamin kerahasiaannya, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Langkah ini akan memperkuat lingkungan akuntabilitas dan meningkatkan nilai SPI di tahun berikutnya,” imbuhnya. (*)

berdikari









