Berdikari.co, Bandar Lampung – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan saat kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) Universitas Lampung (Unila).
Kegiatan tersebut berlangsung di Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran, pada 14–17 November 2024 dan menimbulkan dugaan pelanggaran berat dalam proses pelatihan yang dilakukan oleh panitia.
Direktur Reskrimum Polda Lampung, Kombes Pol Indra Hermawan, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat berupa keterangan saksi dan hasil pemeriksaan forensik. Dari delapan tersangka, empat merupakan mahasiswa aktif dan empat lainnya alumni.
“Empat mahasiswa aktif berinisial AA, AF, AS, dan SY, sedangkan empat alumni masing-masing DAP, PL, RAN, dan AI,” kata Indra dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Jumat (24/10/2025).
Indra menyebut, hasil penyidikan mengungkap adanya tindak kekerasan fisik yang dilakukan para tersangka terhadap peserta Diksar, mulai dari tamparan, tendangan, pukulan ke arah perut, hingga pemaksaan push up dan sit up berlebihan. Bahkan, beberapa peserta diseret saat menjalani latihan fisik.
“Akibat tindakan tersebut, peserta mengalami luka dan rasa sakit. Meskipun tidak ada korban meninggal dunia saat kegiatan berlangsung, penyidik memastikan telah terjadi tindak pidana penganiayaan,” jelasnya.
Kasus ini bermula dari laporan polisi yang dibuat Wirna Wani, ibu dari almarhum Pratama Wijaya Kesuma, salah satu peserta Diksar. Pratama meninggal dunia lima bulan setelah kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil autopsi dan ekshumasi yang dirilis pada 7 Oktober 2025, penyebab kematian korban adalah peningkatan tekanan intrakranial akibat tumor otak (oligodendroglioma). Namun, penyidik juga menemukan bukti bahwa kekerasan memang terjadi selama pelatihan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal dua tahun delapan bulan. Hingga kini, penyidik belum melakukan penahanan karena masih mempertimbangkan unsur objektif dan subjektif sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Penahanan bisa dilakukan jika ada indikasi tersangka akan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. Saat ini kami masih menilai faktor-faktor tersebut,” ujar Indra.
Ia menambahkan, penyidikan belum berhenti. Polisi masih menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam kekerasan tersebut. “Masih ada dua saksi yang belum memenuhi panggilan. Jika ditemukan keterlibatan pihak lain, kami akan sampaikan kepada publik sebagai bentuk transparansi,” tegasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan kegiatan organisasi kemahasiswaan yang semestinya menjadi wadah pembinaan, bukan ajang kekerasan. Aparat kepolisian berjanji akan menuntaskan kasus ini hingga tuntas agar menjadi pelajaran bagi semua pihak agar kegiatan kampus tetap berlandaskan pendidikan dan kemanusiaan. (*)