Berdikari.co, Bandar
Lampung - Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep
Syaipudin, menilai perubahan badan hukum Bank Lampung dari Perseroan Terbatas
(PT) menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) merupakan langkah mendesak yang wajib
dilakukan agar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut
Usep, perubahan tersebut bukan semata kebutuhan bisnis, tetapi juga bentuk
penyesuaian terhadap regulasi nasional yang sudah tidak lagi mengakui bentuk PD
sebagai badan hukum BUMD.
“UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 54 Tahun 2017
tentang BUMD menegaskan bahwa badan usaha milik daerah hanya bisa berbentuk
Perumda atau Perseroda. Karena itu, Bank Lampung harus segera menyesuaikan diri
agar operasionalnya sah secara hukum,” kata Usep, Selasa (21/10/2025).
Ia
menegaskan, bila perubahan status hukum tidak segera dilakukan, legalitas
operasional Bank Lampung berpotensi tidak sesuai regulasi. Hal ini juga bisa
menghambat penyertaan modal daerah baru serta memperlemah kerja sama dengan
pihak eksternal seperti Bank Jatim.
Dari
sisi keuangan, lanjut Usep, perubahan menjadi Perseroda penting untuk
memperkuat permodalan agar dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3
triliun sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 12 Tahun 2020.
“Sebagian
besar BPD, termasuk Bank Lampung, masih belum memenuhi ambang batas modal inti.
Dengan status Perseroda, bank bisa menambah modal melalui penyertaan saham dari
Pemprov, kabupaten/kota, maupun mitra strategis,” terangnya.
Usep
melanjutkan, perubahan badan hukum juga akan membuka peluang kerja sama yang
lebih luas serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja keuangan
karena pelaporannya mengikuti standar korporasi.
Terkait
kerja sama Bank Lampung dengan Bank Jatim melalui skema Kelompok Usaha Bank
(KUB), Usep menilai langkah tersebut sudah tepat, namun efektivitasnya akan
optimal jika status hukum Bank Lampung sudah berbentuk Perseroda.
“Dalam
skema KUB, bank anggota tetap independen, tapi bisa berbagi layanan digital,
mendapat dukungan modal, dan berkolaborasi dalam pengembangan produk maupun
sistem teknologi,” jelasnya.
Usep
menambahkan, tantangan utama yang dihadapi Bank Lampung adalah menjaga
keseimbangan antara fungsi komersial untuk tumbuh dan bersaing serta fungsi
sosial-ekonomi dalam mendukung pembangunan daerah.
Ia
menyarankan agar Bank Lampung fokus pada pembiayaan sektor unggulan daerah
seperti pertanian, perkebunan, dan UMKM agro, serta memperluas akses kredit
bagi koperasi dan BUMDes sebagai mitra ekonomi desa.
“Bank
Lampung juga perlu memperkuat layanan digital perbankan, seperti tabungan
online, pembiayaan mikro digital, dan aplikasi keuangan berbasis komunitas,”
ujarnya.
Selain
itu, Bank Lampung diharapkan dapat memanfaatkan kerja sama dalam KUB untuk
transfer teknologi, peningkatan manajemen risiko, dan pengembangan digital
banking, sekaligus mendorong penyertaan modal lintas kabupaten/kota agar
kepemilikan semakin luas.
“Yang
tidak kalah penting adalah penerapan Good
Corporate Governance secara konsisten, terutama dalam proses
pemilihan direksi dan komisaris yang berbasis kompetensi. Kinerja bank juga
sebaiknya diukur bukan hanya dari laba bersih, tetapi dari seberapa besar
dampaknya terhadap perekonomian daerah,” pungkasnya. (*)