Berdikari.co, Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi
Universitas Lampung (Unila), Usep
Syaipudin, menilai kebijakan pemotongan Dana Transfer ke Daerah
(TKD) akan memberikan dampak signifikan terhadap pembangunan, khususnya dalam
pelaksanaan program-program prioritas daerah.
“Dengan
total APBD Pemprov Lampung tahun 2026 sebesar Rp7,6 triliun, pemotongan DAU
hingga Rp580 miliar tentu akan mempengaruhi kemampuan pemerintah daerah dalam
menjalankan program pembangunan,” kata Usep, Senin (20/10/2025).
Menurutnya,
pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan fasilitas
kesehatan berpotensi mengalami keterlambatan. Selain itu, program sosial dan
pendidikan yang sangat bergantung pada dana transfer pusat juga bisa terdampak.
Usep
menjelaskan, kondisi ini mengharuskan Pemprov Lampung melakukan penyesuaian dan
efisiensi anggaran, serta menetapkan prioritas pada program-program yang paling
mendesak.
“Pemerintah
daerah harus mampu mengefisienkan penggunaan anggaran dan meminimalkan kegiatan
yang tidak produktif,” ujarnya.
Lebih
lanjut, Usep menyampaikan beberapa solusi untuk menutupi kekurangan akibat
pemotongan TKD, antara lain meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
mengoptimalkan potensi pajak dan retribusi daerah. Ia juga menekankan
pentingnya fokus efisiensi anggaran pada program prioritas serta memangkas
pengeluaran yang tidak mendesak.
“Kemudian
mencari sumber pendanaan alternatif, seperti melalui pinjaman daerah atau kerja
sama dengan pihak swasta, serta meningkatkan sinergi dengan pemerintah pusat
agar daerah tetap mendapat dukungan dana dan bantuan teknis,” jelasnya.
“Sinergi
yang baik dengan pemerintah pusat akan sangat membantu, terutama dalam
mengakses dana tambahan atau program bantuan,” pungkas Usep.
Sementara
itu, pengamat kebijakan publik Unila, Vincensius Soma Ferrer, menilai
pemangkasan TKD menjadi ujian bagi daerah dalam mengelola keuangan agar lebih
adaptif dan efisien.
Menurutnya,
kebijakan tersebut bukan sekadar tantangan, tetapi juga menjadi tolok ukur tata
kelola fiskal daerah. Ia mengatakan, pemotongan TKD harus disikapi sebagai
momentum bagi pemerintah daerah untuk menata ulang prioritas pembangunan dan
meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran.
“Pemotongan
DAU ini sebenarnya bukan hanya soal berkurangnya dana, tetapi juga menjadi
ukuran bagaimana pemerintah daerah mampu beradaptasi secara fiskal.
Orientasinya tentu harus memprioritaskan program dan layanan yang benar-benar
dibutuhkan masyarakat,” kata Vincensius, Senin (20/10/2025).
Ia
menjelaskan, dalam kondisi keterbatasan fiskal, efisiensi dan inovasi menjadi
kunci utama agar pembangunan tetap berjalan dalam koridor yang sehat.
Vincensius
juga menyarankan pemerintah daerah untuk mengedepankan prinsip transparansi dan
komunikasi publik yang baik agar masyarakat memahami alasan serta dampak kebijakan
tersebut.
“Pemerintah
daerah perlu mengedukasi publik terkait alasan pemotongan, dampaknya terhadap
program pembangunan, dan langkah mitigasi yang disiapkan. Komunikasi yang
empatik sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman,” ujarnya.
Selain
itu, ia menekankan pentingnya strategi pemerintah daerah dalam memperkuat PAD,
terutama melalui optimalisasi sektor-sektor potensial seperti pertanian,
pariwisata, dan logistik, yang dinilai masih memiliki ruang besar untuk
dikembangkan.
“Langkah
diversifikasi sumber pendapatan perlu segera dilakukan. Jangan hanya
mengandalkan transfer dari pusat, tapi dorong sektor produktif agar bisa
menopang fiskal daerah secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Vincensius
menambahkan, jika strategi adaptif ini dapat diterapkan dengan baik, maka
Pemprov Lampung tetap mampu menjaga stabilitas pembangunan sekaligus
mempertahankan kepercayaan publik di tengah kebijakan pengurangan dana pusat. (*)