Berdikari.co, Bandar Lampung – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meluncurkan Indeks Partisipasi Pilkada (IPP) sebagai alat ukur keterlibatan masyarakat dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024. Hasil indeks tersebut menunjukkan bahwa partisipasi publik dalam pilkada lebih baik dibandingkan Pemilu 2024.
Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, mengatakan bahwa indeks ini menjadi bahan evaluasi sekaligus dasar bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk menyusun strategi meningkatkan partisipasi masyarakat.
“Tantangannya adalah bagaimana negara terus berinovasi meyakinkan pemilih agar menggunakan hak suaranya,” ujar Afifuddin saat peluncuran IPP di Hotel Pullman, Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
KPU mengukur lima dimensi utama dalam IPP, yaitu registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, tingkat partisipasi pemilih, serta sosialisasi, pendidikan pemilih, dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penilaian, KPU membagi tingkat partisipasi menjadi tiga kategori: involvement, engagement, dan participatory.
Kategori involvement menunjukkan ketertarikan awal terhadap isu pilkada, engagement menandakan adanya aksi nyata untuk terlibat, sementara participatory menggambarkan pemilih yang aktif mengikuti seluruh tahapan pilkada.
Dari 37 provinsi, sebanyak 31 provinsi masuk kategori engagement, empat provinsi masuk participatory yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Sisanya, dua provinsi berada pada level involvement. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, 24 daerah berada di kategori participatory, 446 di engagement, dan 38 di involvement.
Komisioner KPU RI, August Mellaz, menjelaskan bahwa tingkat partisipasi dalam Pilkada 2024 mengalami peningkatan signifikan dibanding Pemilu 2024. “Di indeks partisipasi pemilu, kategori involvement masih mendominasi. Namun di pilkada justru meningkat pada kategori engagement, artinya masyarakat mulai aktif berpartisipasi,” jelasnya.
August menambahkan, tantangan ke depan adalah membangun kesadaran politik agar masyarakat tidak sekadar hadir di TPS, tetapi juga memahami bahwa suara mereka memiliki kekuatan untuk mengubah kebijakan. Ia menyebut IPP sebagai bentuk dokumentasi pembelajaran dalam pendidikan pemilih berkelanjutan yang mendorong partisipasi inovatif.
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Totok Hariyono, menilai IPP memiliki korelasi kuat dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). Menurutnya, meningkatnya partisipasi harus diimbangi dengan pengawasan yang baik agar tidak membuka peluang pelanggaran.
“Partisipasi tanpa pengawasan ibarat rumah besar tanpa pagar. Semua bisa masuk tanpa batas,” kata Totok.
Ia menegaskan, partisipasi yang cerdas harus disertai kesadaran hukum dan keterlibatan aktif masyarakat dalam pengawasan. Totok menambahkan, tujuan akhir dari partisipasi dan pengawasan yang kuat adalah melahirkan pemimpin berjiwa negarawan yang benar-benar berpihak kepada rakyat.
“Pemilu yang berkualitas bukan soal siapa yang menang, tetapi bagaimana kebijakan yang lahir memberi kemaslahatan bagi rakyat,” pungkasnya. (*)