Berdikari.co, Bandar Lampung - Harga beras mengalami lonjakan terjadi di 5
kabupaten di Provinsi Lampung. Harga beras mengalami kenaikan hingga 5 persen.
Hal tersebut terungkap saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengikuti
rapat koordinasi pengendalian inflasi didaerah yang berlangsung secara virtual
di Dinas Kominfotik Provinsi Lampung, Selasa (23/9/2025).
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung, Mulyadi
Irsan, menjelaskan berdasarkan laporan terdapat beberapa kabupaten di Lampung
mengalami kenaikan harga beras dalam tiga minggu terakhir.
"Ada salah satu yang menjadi perhatian bagi kita semua khususnya
Lampung bahwa beberapa kabupaten itu mendapati harga komoditi berasnya
mengalami kenaikan," kata Mulyadi.
Ia menerangkan, daerah yang mengalami kenaikan harga beras adalah Tanggamus
naik 5 persen, Lampung Tengah 4,4 persen, Tulangbawang Barat 2,19 persen,
Lampung Barat 0,4 persen, dan Tulang Bawang 0,38 persen.
“Guna menekan kenaikan harga beras, Pemprov Lampung bersama stakeholder
terkait melakukan pengendalian gabah dengan melakukan pengawasan di Pelabuhan
Bakauheni,” katanya.
"Upaya ini dilakukan agar gabah tidak dibawa keluar Lampung. Jika
ditemukan, kami arahkan untuk dibeli Bulog dengan harga pemerintah untuk Gabah
Kering Panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram," lanjut Mulyadi.
Ia menegaskan, kebijakan ini bertujuan agar ketersediaan beras di Lampung
tetap terjaga dan masyarakat dapat menjangkau harga beras medium dengan lebih
mudah.
"Kepentingan masyarakat adalah yang utama. Karena itu, operasi pasar
dan gerakan pangan murah terus digelar bersama Bulog dan pemerintah
kabupaten/kota," ungkapnya.
Mulyadi mengaku optimistis langkah kolaboratif ini akan berdampak positif
dalam menekan harga beras di Lampung.
"Artinya, kebijakan untuk menjaga gabah tidak keluar provinsi
sebenarnya sudah tepat. Kita hanya perlu konsisten menjalankannya agar harga
terus stabil," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyebut Lampung saat
ini surplus gabah, tetapi defisit beras. Hal ini terjadi karena banyak gabah
dari Lampung dibawa ke luar provinsi.
Mirzani mengatakan, gabah hasil panen di Lampung tidak boleh serta-merta
dibawa keluar provinsi. Kebijakan ini penting untuk menjaga ketahanan pangan
sekaligus menekan harga beras agar tetap terjangkau bagi masyarakat Lampung.
Ia mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir terdapat sekitar 200 unit
rice milling (penggilingan padi) di Lampung yang berhenti beroperasi karena
kekurangan bahan baku. Setelah ditelusuri, ternyata gabah Lampung lebih banyak
diserap oleh perusahaan rice milling di luar daerah, terutama di Pulau Jawa.
“Yang terjadi, Lampung ini surplus gabah tapi defisit beras. Saat kita
butuh beras, justru harus membeli dari luar dengan harga lebih tinggi antara
Rp1.000 hingga Rp1.500 per kilogram dibandingkan jika diproses di Lampung,”
jelas Mirzani, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, perbedaan kualitas produksi antar daerah juga mempengaruhi
harga. Gabah yang keluar dari Lampung banyak diolah menjadi beras premium di
luar provinsi, sementara jika diproduksi di Lampung hanya masuk kategori beras
medium. Padahal, konsumsi terbesar masyarakat Lampung justru berasal dari beras
medium.
“Kita ingin masyarakat Lampung punya hak lebih besar mendapatkan beras
medium dengan harga terjangkau. Jangan sampai gabahnya banyak keluar, tapi
beras di sini malah mahal,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah daerah bersama para pengusaha rice milling telah
berkomitmen menghidupkan kembali industri penggilingan padi di Lampung.
Mirzani menegaskan, indikator ketahanan pangan bukan sekadar produksi
gabah, melainkan ketersediaan beras bagi masyarakat.
“Kalau gabah belum jadi beras, itu belum ketahanan pangan. Karena itu, kita
harus prioritaskan dulu pemenuhan kebutuhan di dalam daerah,” tegasnya.
Menurut Mirzani, pemerintah tetap rasional dalam mengatur distribusi. Jika
produksi gabah melimpah dan pasokan di dalam daerah sudah tercukupi, maka
pembukaan keran distribusi ke luar daerah tetap dimungkinkan.
“Sebentar lagi kita akan panen raya. Jadi kita akan lihat kondisinya. Tapi prinsipnya, kita harus utamakan dulu kebutuhan masyarakat Lampung,” paparnya. (*)