Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 27 Agustus 2025

Wakil Walikota Ungkap Hampir 25 Persen Warga Metro Tidak Sekolah

Oleh ADMIN

Berita
Wakil Walikota Metro M. Rafieq Adi Pradana. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Metro - Secara mengejutkan, Wakil Walikota Metro M. Rafieq Adi Pradana menyebut hampir 25 persen penduduk di Metro tidak bersekolah. Padahal, selama ini Kota Metro identik dengan julukan Kota Pendidikan.

Wakil Walikota Metro, M. Rafieq Adi Pradana, mengatakan hampir seperempat penduduk Metro tidak pernah mengenyam bangku sekolah.

“Metro ini Kota Pendidikan, tapi faktanya masih ada 24,83 persen warga tidak bersekolah. Bayangkan, seperempat orang di Metro tidak sekolah,” kata Rafieq, Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, angka ini menjadi tamparan keras bagi sebuah kota yang kerap menjual citra sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kampus di Provinsi Lampung.

“Lebih ironis lagi, di Metro ada 15 perguruan tinggi, namun warga yang lulus strata satu (S1) hanya 9 persen, lulusan strata dua (S2) dan strata tiga (S3) tidak sampai 1 persen,” ungkapnya.

Rafieq membeberkan, ada 6 persen warga Metro tidak lulus SD, 12 persen hanya berhenti di SD. Kemudian, 15,5 persen berhenti di SMP dan 27,68 persen berhasil menamatkan SMA.

Kemudian, warga Metro yang lulus diploma jumlahnya hanya 1 hingga 2 persen, dan lulusan S1 hanya sekitar 9 persen.

“Ini ironi besar. Bagaimana mungkin sebuah kota dengan kampus melimpah, tapi angka lulusan tinggi kita begitu rendah,” tegasnya.

Rafieq mengatakan, data ini menunjukkan keberhasilan Metro sebagai Kota Pendidikan lebih banyak bersandar pada tingginya lulusan SMA. Sementara akses ke pendidikan tinggi masih menjadi mimpi bagi sebagian besar warga.

Rafieq melanjutkan, tingginya lulusan SMA dibanding SMP dan SD menunjukkan ada persoalan serius di pendidikan dasar dan menengah.

“Kita harus cari tahu dimana anak-anak putus sekolah. Kalau angka SMA tinggi tapi SD dan SMP rendah, artinya ada masalah di pondasi awal,” ucapnya.

Ia menerangkan, pendidikan yang timpang tersebut bukan sekadar soal fasilitas, melainkan mindset masyarakat yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah.

“Salah satu pekerjaan rumah terbesar kita adalah membangun kesadaran bahwa sekolah membuka banyak pintu peluang. Kalau mindset ini tidak dibenahi, label Kota Pendidikan hanya akan menjadi slogan kosong," paparnya.

Selain kualitas akademik, Rafieq juga menyoroti pentingnya pendidikan karakter. Ia menyebut, ketertiban hukum perlu ditanamkan sejak dini.

“Anak-anak kita harus belajar melindungi diri sendiri dan temannya. Jangan menyakiti orang lain, apalagi diri sendiri,” katanya.

Ia menginstruksikan kepada para guru dan kepala sekolah agar lebih waspada terhadap jajanan sekolah guna mengantisipasi zat berbahaya didalamnya.

“Minimal periksa jajanan yang dijual. Jangan sampai ada yang mengandung narkoba atau zat berbahaya,” pesannya.

“Fondasi kita rapuh. Kalau tidak segera kita benahi, Kota Pendidikan hanya tinggal papan nama, bukan realitas,” tandasnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Metro, Deddy Hasmara, menambahkan pihaknya segera melakukan validasi ulang data untuk memastikan tingkat akurasi angka putus sekolah di Metro.

“Pertama, kita akan coba validasi lagi. Bisa jadi data itu berdasarkan catatan beberapa tahun belakangan, bukan kondisi terkini. Karena berdasarkan inventarisasi kami, anak-anak saat ini relatif bersekolah, hanya saja memang orang tuanya sebagian besar ada yang hanya lulusan SD dan SMP,” kata Deddy, Selasa (26/8/2025).

Deddy menegaskan bahwa satu anak putus sekolah saja sudah terlalu banyak. Ia berjanji, akan melakukan pengecekan ulang data.

“Apalagi jika datanya sampai beberapa persen. Karena itu kita tidak menutup kemungkinan tetap akan lakukan pengecekan ulang,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam pengawasan. Menurutnya, gotong royong mengambil peran pengawasan merupakan hal utama.

“Begitu anak-anak keluar dari sekolah, tanggung jawab utama ada pada orang tua dan lingkungan. Jadi harus ada gotong royong bersama,” ucapnya.

Deddy menegaskan, pihaknya terus mengingatkan guru agar berkomitmen maksimal dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman.

“Bullying ada banyak bentuk, baik fisik maupun verbal. Kami sudah minta jajaran pendidik memperhatikan hal ini. Karena walaupun lingkungan sekolah aman, bisa jadi pengaruh pergaulan luar terbawa ke sekolah,” jelasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas