Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Jumat, 22 Agustus 2025

PPUKI Minta Pemerintah Segera Ambil Sikap

Oleh Redaksi

Berita
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, menegaskan kondisi petani singkong di Provinsi Lampung saat ini semakin terpuruk. Ia meminta pemerintah segera mengambil sikap tegas.

“Petani singkong sekarang tambah hancur, harga memang Rp1.350 per kilogram (kg), tapi potongannya paling rendah 38 persen, bahkan kemarin ada yang sampai 60 persen di salah satu pabrik di Jati Agung,” kata Dasrul, Kamis (21/8/2025).

Dasrul menyebut proses penimbangan singkong oleh perusahaan juga merugikan petani. Selisihnya bisa mencapai satu ton, sehingga harga yang diterima semakin kecil.

“Dari kebun ke lapak ditimbang, nanti di pabrik ditimbang lagi. Selisihnya ini bisa sampai satu ton sendiri. Harga Rp1.350 per kg dipotong 40 persen, ditambah hilang di timbangan 10 persen. Jadi petani cuma terima Rp675 per kg,” tegasnya.

Menurut Dasrul, kondisi serupa juga terjadi di daerah lain. Misalnya di Jawa Tengah, petani hanya dibayar Rp900 per kilogram dengan potongan 15 sampai 20 persen.

“Solusi mengganti tanaman dengan komoditas jagung juga tidak realistis. Sekarang harga jagung memang bagus, bisa Rp4.500 per kg untuk jagung basah. Tapi nanti ketika semua tanam jagung, saat panen harga pasti anjlok,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam waktu dekat para petani akan menggelar pertemuan di Lampung Utara untuk mencari jalan keluar.

Dasrul juga menilai lemahnya dukungan dari pemerintah daerah. “Selama ini yang paling berjuang itu Gubernur Lampung. Bupati-bupati diam saja, tidak ada yang ikut membantu. Pansus yang dibentuk pun tidak ada hasilnya, meskipun sudah berjalan beberapa bulan,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Himpunan Perusahaan Tepung Tapioka Indonesia (HPPTI), Tigor Silitonga, menilai tren penurunan penggunaan tapioka di dunia, khususnya pada industri kertas, berdampak serius bagi petani singkong di Lampung.

“Penggunaan kertas sudah jauh berkurang karena media elektronik semakin dominan. Kondisi ini ikut menekan permintaan tapioka, sehingga harga singkong di tingkat petani ikut terimbas,” kata Tigor, Rabu (20/8/2025).

Ia menekankan pentingnya kebijakan proteksi pasar domestik. “Pembatasan impor harus jadi prioritas agar produk dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar lokal. Upaya ini perlu didukung dengan peningkatan produktivitas melalui pemberdayaan pola kemitraan antara petani dan pihak-pihak terkait,” jelasnya.

Provinsi Lampung sendiri merupakan sentra produksi tepung tapioka terbesar di Indonesia. Hingga 2024, luas tanam ubi kayu di Lampung mencapai 239.994 hektare dengan total produksi 7,16 juta ton. Dari jumlah itu, industri pengolahan menghasilkan 1,79 juta ton tepung tapioka dengan nilai produksi diperkirakan menembus Rp10,7 triliun.

Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung mencatat ada 67 industri tapioka yang tersebar di sembilan kabupaten, terdiri dari 32 perusahaan skala besar dan 35 industri skala menengah, dengan konsentrasi terbesar berada di Lampung Tengah sebanyak 36 perusahaan.

Lampung menjadi episentrum industri tapioka nasional karena selain memiliki lahan singkong yang luas, rantai pasok dan infrastruktur pabrik juga sudah terbentuk kuat.

Secara spesifik, industri besar seperti PT Budi Acid Jaya, PT Florindo Makmur, PT Umas Jaya Agrotama, PT Sungai Bungur Indo Perkasa, dan PT Bintang Lima Menggala menjadi penggerak utama produksi.

PT Sinar Pematang Mulia II di Lampung Tengah, misalnya, memiliki kapasitas produksi hingga 500 ton per hari atau setara 182.500 ton per tahun. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Jumat 22 Agustus 2025, dengan judul "PPUKI Minta Pemerintah Segera Ambil Sikap"

Editor Didik Tri Putra Jaya