Berdikari.co, Bandar Lampung - Komisi I DPRD Provinsi Lampung menemukan adanya bangunan milik warga yang berdiri di atas tanah milik Pemprov Lampung. Padahal, semestinya tanah tersebut digunakan untuk pembangunan fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos).
Hal itu terungkap saat Komisi I DPRD Provinsi Lampung melakukan inspeksi mendadak (sidak) di atas tanah milik Pemprov Lampung yang berada di Jalan Pulau Pisang, Korpri Jaya, Sukarame, Bandar Lampung, pada Selasa (22/7/2025).
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Garinca Reza Pahlevi, mengatakan pihaknya turun langsung untuk melihat dan mendengar persoalan ini dari masyarakat. Peninjauan ini menjadi langkah awal untuk pendalaman lebih lanjut.
"Ini adalah peninjauan awal kami terkait fasum dan fasos yang ternyata merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Lampung. Dari hasil tinjauan, kondisi di lapangan menunjukkan adanya penyalahgunaan oleh oknum yang mendirikan bangunan pribadi di atas lahan tersebut,” kata Garinca di sela-sela sidak.
Garinca mengatakan, pihaknya segera mengundang masyarakat pengguna lahan tersebut untuk dimintai keterangan sebelum Komisi I mengambil kesimpulan dan langkah lanjutan.
"Yang namanya aset milik Pemprov, ya harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan pribadi. Jika ini juga terjadi di tempat lain, tentu harus ditertibkan. Semua aset Pemprov harus dikembalikan kepada fungsinya,” tegas Garinca.
Ia mengatakan, Komisi I akan mencari solusi terbaik dengan melibatkan seluruh pihak agar tidak ada yang dirugikan.
"DPRD hadir sebagai pengawas dan mediator. Kami ingin mendengarkan semua pihak agar solusi yang diambil tidak ada yang merasa dizalimi dan tetap sesuai dengan aturan,” tegasnya.
Anggota Komisi I lainnya, Yusirwan, mengatakan persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
"Ada fasilitas umum yang dikuasai pihak tertentu hingga menutup akses warga. Pemerintah Provinsi tidak bisa tinggal diam. Ini menyangkut kepentingan masyarakat luas,” kata Yusirwan.
Menurut Yusirwan, Komisi I akan memanggil Biro Aset Pemprov Lampung untuk mengklarifikasi status lahan tersebut. Informasi sementara menyebutkan bahwa aset tersebut telah dilimpahkan ke Pemerintah Kota Bandar Lampung, namun belum ada bukti resmi.
"Kami ingin melihat dokumen pelimpahan aset. Kalau benar sudah diserahkan ke Pemkot, maka mereka juga akan kami panggil. Tapi tanggung jawab utama tetap ada di Pemprov, karena aset ini awalnya milik mereka,” jelasnya.
Yusirwan juga menyoroti kemungkinan adanya sertifikat ilegal atas lahan fasum tersebut. Jika tidak ditemukan dokumen pelepasan hak, maka legalitas bangunan pribadi di atasnya patut dipertanyakan.
"Kalaupun ada sertifikat, kita akan telusuri asal-usulnya. Sertifikat tidak bisa terbit tanpa pelepasan hak dari negara. Benang merahnya pasti akan terlihat,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu warga setempat, Nur Hasanah, mengaku kesulitan mengakses lahan miliknya yang telah dibeli sejak tahun 2014. Meski dalam denah tercantum adanya fasum, namun di lapangan akses jalan tidak tersedia.
"Saya membeli tanah ini sejak 2014. Tapi sampai sekarang belum bisa membangun karena tidak ada jalan masuk. Mau bawa pasir dan material saja bingung harus lewat mana,” keluh Nur Hasanah.
Ia mendesak agar bangunan pribadi yang berdiri di atas lahan fasum segera diperiksa secara hukum.
"Kalau memang itu tanah milik Pemprov, maka pemerintah harus bertanggung jawab menyediakan akses. Saya juga berharap legalitas bangunan yang berdiri di atas lahan fasum diperiksa. Jangan sampai fasilitas umum jadi bancakan pribadi,” ujarnya.
Nur Hasanah berharap DPRD tidak tinggal diam dan segera menindaklanjuti persoalan ini.
"Saya percaya DPRD bisa memperjuangkan hak kami. Ini bukan hanya tentang saya, tapi juga tentang hak warga lainnya yang seharusnya dilindungi,” pungkasnya. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 23 Juli 2025 dengan judul “Walhi: Penegakan Hukum terhadap Tambang Ilegal Masih Lemah”