Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Jumat, 11 Juli 2025

Warga Keluhkan Proyek Tambal Sulam Jalan Nasional di Lambar

Oleh Echa wahyudi

Berita
Potret salah satu titik proyek tambal sulam yang berlubang dan dikeluhkan masyarakat, berada di sekitar Kawasan Sekuting Terpadu, Kecamatan Balik Bukit. Foto: Echa

Berdikari.co, Lampung Barat - Sejumlah warga dan pengguna jalan di Kabupaten Lampung Barat mengeluhkan pelaksanaan proyek tambal sulam di ruas jalan nasional di wilayah setempat yang dinilai membahayakan keselamatan pengguna jalan.

Keluhan tersebut muncul lantaran proses pengupasan aspal (milling atau scarification) yang dilakukan pelaksana proyek dibiarkan terbuka terlalu lama tanpa tindakan lanjutan berupa penambalan. Terlebih, minimnya rambu di beberapa titik memperparah situasi.

Jalur tersebut merupakan salah satu akses utama lintas kabupaten yang menghubungkan Kecamatan Balik Bukit, Sukau, hingga ke wilayah Lampung Utara dan Pesisir Barat, sehingga mobilitas kendaraan setiap hari cukup tinggi.

Tingginya volume kendaraan yang melintas setiap hari, baik kendaraan roda dua maupun angkutan, membuat kondisi jalan yang rusak dan terbuka menjadi ancaman serius, terutama pada malam hari saat visibilitas menurun dan penerangan minim.

Pantauan pada Jumat (11/7/2025), sejumlah titik di ruas jalan nasional, tepatnya di sekitar Kecamatan Balik Bukit, terlihat dalam kondisi berlubang akibat proyek perbaikan yang dilakukan pihak terkait yang belum selesai.

Lubang-lubang besar dengan kedalaman bervariasi dibiarkan terbuka pasca pengupasan permukaan aspal. Bahkan, di beberapa titik, rambu atau tanda peringatan belum terpasang di sekitar lokasi sehingga cukup membahayakan pengendara.

Kondisi tersebut menuai keluhan dari para pengendara yang kerap melintasi jalur tersebut setiap hari. Di antaranya, Deky, seorang pengendara motor yang rutin melintas dari arah Sukarame menuju Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit.

"Sudah beberapa hari dibiarkan begitu saja setelah dikupas. Ada yang belum dipasang rambu. Kalau siang mungkin masih kelihatan, tapi kalau malam bahaya. Saya sendiri sempat oleng karena roda masuk ke lubang. Untung tidak jatuh,” ujarnya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.

Menurutnya, lubang-lubang itu cukup dalam dan lebar sehingga sangat membahayakan, terutama bagi pengendara motor.

Beberapa pengendara, lanjutnya, bahkan harus turun ke bahu jalan atau melambat drastis untuk menghindarinya, yang justru bisa menimbulkan kecelakaan dari arah berlawanan.

Senada dengan itu, Alam, warga Kecamatan Balik Bukit, juga menyuarakan kekhawatirannya. Ia menilai pelaksanaan proyek tambal sulam tersebut tidak dilakukan secara profesional.

Ia mempertanyakan pengawasan dari pihak terkait, termasuk dari pemerintah pusat yang memiliki kewenangan atas jalan itu.

"Seharusnya setelah dikupas langsung ditambal, atau setidaknya diberi rambu yang jelas dan mudah terlihat. Ini rambunya sudah minim, ditaruhnya ada yang di trotoar juga, jadi enggak terlihat sama pengendara, terutama malam hari. Ini bukan jalan kecil, ini jalan nasional,” ujar Alam.

Alam menambahkan, selain berisiko menimbulkan kecelakaan, kondisi jalan yang dibiarkan rusak terlalu lama juga berpotensi merusak kendaraan warga, terutama motor dan mobil pribadi yang tidak memiliki daya tahan terhadap guncangan ekstrem akibat jalan berlubang.

Keluhan warga bukan tanpa dasar. Dalam konteks hukum, negara memiliki kewajiban untuk menjamin keselamatan pengguna jalan, termasuk melalui pemeliharaan jalan yang baik dan penyediaan rambu-rambu peringatan yang memadai.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pada :

  • Pasal 24 ayat (1): “Penyelenggara jalan wajib segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.”
  • Pasal 24 ayat (2): “Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.”

Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dijelaskan bahwa penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.

Sementara itu, penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya. Dengan demikian, penyelenggara jalan wajib melaksanakan fungsi penyelenggaraan secara menyeluruh.

Ketentuan ini mempertegas bahwa baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pelaksana proyek jalan wajib memastikan aktivitas pemeliharaan atau perbaikan jalan tidak membahayakan pengguna.

Rambu-rambu darurat, lampu penerangan sementara, hingga penanda visual harus disediakan sebagai bentuk tanggung jawab atas potensi risiko di jalan raya.

Lebih jauh, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 3156 K/PDT/1984 juga menyatakan bahwa penyelenggara jalan dapat digugat apabila terbukti lalai dalam merawat jalan sehingga menyebabkan kecelakaan. Artinya, jika kondisi ini terus dibiarkan dan menyebabkan korban jiwa atau kerugian, masyarakat berhak menuntut secara hukum.

Atas kondisi tersebut, warga berharap agar pihak pelaksana proyek segera menyelesaikan pengerjaan dengan menambal kembali permukaan jalan yang telah dikupas.

Selain itu, mereka mendesak agar rambu-rambu peringatan segera dipasang di titik-titik rawan untuk meminimalisir potensi kecelakaan.

"Kami butuh jalan bagus, bukan lubang yang dibiarkan berhari-hari. Tolong diperhatikan keselamatan kami. Jangan sampai ada korban dulu, baru ditindak,” kata Tama, pengendara lain yang kerap melintasi jalan tersebut.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak pelaksana proyek maupun Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Lampung.

Warga berharap agar keluhan ini segera ditindaklanjuti, mengingat jalan tersebut merupakan urat nadi pergerakan masyarakat, ekonomi, dan distribusi antarwilayah di Lampung Barat.

Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa penanganan, maka potensi kerugian, baik secara materiil maupun nyawa tidak bisa dihindarkan. Dan saat itu terjadi, bukan sekadar proyek yang harus dipertanyakan, tetapi juga tanggung jawab negara terhadap keselamatan warganya. (*)

Editor Didik Tri Putra Jaya