Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi PDI Perjuangan, Condrowati, menyoroti lambannya proses penerbitan sertifikat lahan milik warga terdampak pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Terbanggi Besar–Pematang Panggang.
Ia meminta Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, segera memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pengelola tol, guna mencari solusi konkret.
Hal itu disampaikan Condrowati dalam rapat Paripurna DPRD Lampung yang digelar pada Jumat (11/7/2025). Menurutnya, persoalan ini telah berlangsung selama delapan tahun, namun penyelesaiannya belum juga tuntas.
"Sejak dimulai tahun 2017, hingga kini baru sekitar 10 sampai 20 persen yang rampung. Padahal waktu itu dijanjikan akan selesai dalam setahun," ungkap Condrowati.
Ia menjelaskan bahwa lambatnya penyelesaian sertifikat ini menyangkut hak masyarakat atas lahan sisa milik mereka yang tidak dibebaskan dalam proyek tol.
"Misalnya warga punya lahan dua hektare, setengah hektare terpakai untuk jalan tol. Maka sisa satu setengah hektare seharusnya dibuatkan sertifikat baru. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan," terangnya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
Wilayah terdampak, lanjutnya, mencakup area yang cukup luas, mulai dari Terbanggi hingga Simpang Pematang, dengan jumlah warga yang belum memperoleh kepastian hak atas tanahnya mencapai ribuan orang.
Condrowati meminta kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, untuk segera memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pengelola tol, guna mencari solusi konkret.
"Kami minta Pemprov Lampung ikut memfasilitasi agar hak masyarakat bisa dikembalikan dan permasalahan ini segera dituntaskan," tutup Condrowati.
Senada, Anggota DPRD Lampung dari Fraksi Gerindra, Andika Wibawa, juga mempertanyakan kejelasan sertifikat yang hingga kini belum dikembalikan kepada warga.
"Warga bingung, sertifikat mereka ditahan di mana. Saat kami tanyakan ke BPN Lampung Tengah, jawabannya sudah dikirim ke Kanwil. Tapi sampai sekarang tidak ada perkembangan," kata Andika.
Ia menambahkan, meskipun ganti rugi atas lahan telah diterima, banyak warga yang kesulitan menjual atau memanfaatkan lahan sisa karena tidak memiliki sertifikat resmi.
"Ada warga yang ingin menjual tanahnya, tapi batal karena sertifikat belum dikembalikan. Ini menyangkut kepastian hukum dan hak kepemilikan warga," tegasnya. (*)