Berdikari.co, Bandar Lampung - Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung mencatat, sebanyak 301 jembatan yang menjadi kewenangannya dalam kondisi rusak berat atau NK 3.
Kabid Jembatan Dinas BMBK Provinsi Lampung, Asep Wirakarsa, mengatakan total jembatan yang menjadi kewenangan pihaknya sebanyak 834, tersebar di 15 kabupaten/kota.
“Dari jumlah itu, untuk rusak berat ada 301 jembatan, kondisi kritis ada 74 jembatan, dan kondisi runtuh ada 2 jembatan. Tapi 1 jembatan sudah kita benahi dan sudah dipakai lagi di daerah Lampung Tengah,” kata Asep, Rabu (9/7/2025).
Ia mengatakan, pada tahun ini pihaknya memperbaiki 21 jembatan. Dimana 4 jembatan dilakukan pembangunan dengan anggaran Rp24,7 miliar, penggantian 10 jembatan dengan anggaran Rp20,3 miliar, dan rehabilitasi 7 jembatan dengan anggaran Rp4,8 miliar.
“Salah satu jembatan yang tengah dilakukan perbaikan dan duplikasi berada di wilayah Metro dan Lampung Timur, yang saat ini prosesnya sudah mencapai 30 persen,” jelasnya.
“Ke depan kita juga sudah mulai membuat rencana kerja untuk lima tahun ke depan. Dari total 301 titik jembatan yang kondisinya rusak, kita bagi menjadi lima tahun. Jadi tidak semua langsung kita perbaiki di tahun anggaran 2026,” sambungnya.
Asep melanjutkan, untuk jembatan yang masuk ke dalam kategori kritis, serta jembatan dengan lalu lintas harian rata-rata (LHR) cukup tinggi, butuh pelebaran, dan di kawasan padat penduduk juga akan dilakukan perbaikan.
“Ada 4 jembatan, tapi ini tidak semua langsung diperbaiki dalam satu tahun karena harus melihat anggaran. Karena infrastruktur ini bukan hanya jembatan saja, tapi juga jalan yang utama. Walaupun jembatan ini jadi penghubung,” tuturnya.
Asep menambahkan, pihaknya telah menyusun rencana kerja jangka menengah untuk menangani 377 jembatan dalam lima tahun ke depan. Usia jembatan yang umumnya sudah di atas 40 tahun menjadi dasar perencanaan strategis ini.
“Per tahun kita butuh anggaran sekitar Rp123 miliar. Jadi dalam lima tahun ke depan, total kebutuhan anggaran bisa mencapai Rp500 miliar hanya untuk sektor jembatan. Tentu ini disesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah,” imbuhnya.
Sebelumnya, Dinas BMBK Provinsi Lampung juga mencatat, jalan provinsi mengalami degradasi atau kerusakan sebesar 4 persen setiap tahun karena dilintasi kendaraan ODOL.
Kepala Dinas BMBK Provinsi Lampung, M. Taufiqullah, mengatakan degradasi atau kerusakan jalan provinsi tersebut salah satunya disinyalir karena kerap dilintasi oleh kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL).
“Degradasi kita mencapai 4 persen per tahun dan ini disinyalir karena kendaraan ODOL yang berlebihan. Jadi kendaraan ODOL tidak hanya merusak jalan nasional, tapi juga provinsi,” kata Taufiqullah, pada Selasa (1/7/2025) lalu.
Menurutnya, truk-truk ODOL kerap terlihat melintas di jalan-jalan provinsi, terutama di sentra hasil pertanian di wilayah lintas tengah seperti Way Kanan, Lampung Tengah, hingga Tulang Bawang.
“Truk yang melintas ini muatannya tinggi dan panjang-panjang. Memang kita belum pernah menghitung sampai berapa beratnya, tapi bisa diperkirakan. Secara visual saja pasti di atas muatan yang diharuskan,” ungkap Taufiqullah.
Ia melanjutkan, untuk jalan yang berada di wilayah berbukit seperti Tanggamus, lebih sedikit terdampak kendaraan ODOL karena medan yang tidak memungkinkan kendaraan bermuatan besar untuk melintas.
“Memang yang paling banyak di lintas tengah daerah pertanian. Kalau di daerah Tanggamus, karena wilayahnya berbukit, maka kendaraan tidak bisa bermuatan besar,” tuturnya.
Ia mengakui, upaya pengendalian kendaraan ODOL masih sangat terbatas. Jembatan timbang sulit dipasang, dan upaya pemasangan portal untuk membatasi ukuran kendaraan juga belum tentu efektif, terutama untuk truk pengangkut pasir yang padat, tetapi tidak mencolok secara visual.
“Jalan provinsi kelasnya adalah kelas 3 dengan lebar 2,4 meter dan panjang 9 meter. Kalau mau pakai portal juga belum tentu bisa menghalangi. Kita hanya bisa mengimbau para pengguna jalan untuk sama-sama memakai jalan dengan tertib,” ungkapnya.
Sebagai langkah antisipasi, lanjut dia, pemerintah daerah telah menggandeng sejumlah perusahaan swasta melalui program Bersama Kita Benahi Jalan Rusak (Berkibar), termasuk PSMI dan PGE, untuk ikut serta dalam perbaikan jalan.
Selain itu, satu solusi yang diusulkan adalah menambah jumlah sumbu roda agar beban dapat tersebar merata dan tidak terkonsentrasi pada satu titik, di mana idealnya maksimal 8 ton per sumbu.
“Beberapa perusahaan kita ajak untuk memperbaiki jalan melalui program Berkibar seperti PSMI dan PGE. Semua kita imbau agar kendaraannya jangan membawa muatan yang berat-berat, atau sumbunya dibanyakin, dan dalam satu sumbu itu maksimal 8 ton, supaya beban terbagi,” terangnya.
Taufiqullah menjelaskan, kerusakan jalan akibat beban berlebih terjadi secara bertahap. Awalnya muncul retakan kecil, lalu air masuk, merusak struktur tanah di bawah, dan dalam waktu singkat jalan bisa patah dan amblas.
"Angka 4 persen yang rusak dari total 1.700 km atau sekitar 58 km. Kalau degradasi bisa kita tekan, maka anggarannya bisa kita alihkan untuk membangun jalan yang belum tersentuh pembangunan,” imbuhnya. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Jumat 11 Juli 2025 dengan judul "301 Jembatan di Lampung Rusak Berat dan 74 Kondisi Kritis”