Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Jumat, 20 Juni 2025

Wakil Ketua DPRD Wiyadi Minta SPMB Harus Objektif, Adil, dan Tidak Diskriminatif

Oleh ADMIN

Berita
Wakil Ketua III DPRD Bandar Lampung Wiyadi bersama Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung Dr. Donald Harris Sihotang, serta pengurus DPC PDI Perjuangan Bandar Lampung Suheli menjadi pembicara dalam acara Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Lengkung Langit, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, pada Kamis (19/6/2025). Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Wakil Ketua III DPRD Kota Bandar Lampung Wiyadi menegaskan pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 harus berjalan objektif, adil, dan tidak diskriminatif.

Hal tersebut disampaikan saat acara Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Lengkung Langit, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, pada Kamis (19/6/2025).

Dalam kegiatan yang dihadiri ratusan warga ini juga hadir Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung dan dosen Magister Manajemen Universitas Saburai Bandar Lampung Dr. Donald Harris Sihotang, serta pengurus DPC PDI Perjuangan Bandar Lampung dan mantan Anggota DPRD Bandar Lampung periode 2014-2019 Suheli.

Wiyadi mengatakan, pentingnya keadilan dalam pelaksanaan sistem pendidikan khususnya dalam proses SPMB.

Ia mengaku, menerima sejumlah aspirasi masyarakat yang merasa belum mendapatkan perlakuan yang adil, terutama pada jalur prestasi hafiz Al Qur’an.

“Saya menerima laporan dari masyarakat bahwa ada anak yang mendaftar melalui jalur prestasi hafiz Al Qur’an, tetapi dipanggil mendadak pukul 21.00 WIB untuk mengikuti tes tanpa persiapan yang memadai. Ketika hasil diumumkan, anak tersebut dinyatakan tidak lulus. Ini tentu menimbulkan pertanyaan terkait keadilan dan transparansi dalam proses seleksi,” tegas Wiyadi.

Wiyadi juga menegaskan komitmennya untuk mengawal isu tersebut bersama dinas dan instansi terkait agar proses SPMB berjalan objektif, adil, dan tidak diskriminatif.

“Kita tidak ingin ada kesan di masyarakat bahwa ada ‘rakyat kandung’ dan ‘rakyat tiri’. Semua anak bangsa berhak mendapat kesempatan yang setara,” kata Wiyadi.

Sementara Dr. Donald Harris Sihotang dalam pemaparannya menyampaikan sejarah lahirnya Pancasila sebagai dasar negara yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Ia menjelaskan, bagaimana Bung Karno pada 1 Juni 1945 merumuskan lima sila yang kemudian menjadi pondasi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Pancasila bukan hanya hasil pemikiran elit, tapi cerminan jiwa bangsa Indonesia yang majemuk. Setiap sila mengandung nilai moral, spiritual, dan sosial yang harus dihayati dan diamalkan,” jelasnya.

Ia juga memaparkan secara rinci nilai-nilai utama Pancasila, antara lain ketuhanan yang menjunjung toleransi beragama, kemanusiaan yang menjunjung keadilan, persatuan yang mengikat perbedaan, musyawarah sebagai cara mengambil keputusan bersama, dan keadilan sosial sebagai tujuan utama pembangunan.

Selain itu, Donald juga menjabarkan terkait empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Keempat pilar ini adalah kekuatan utama dalam menjaga keutuhan Indonesia. Tanpa pemahaman yang kuat terhadap pilar-pilar ini, bangsa kita rentan terhadap perpecahan, radikalisme, dan pengaruh luar,” tegasnya.

Ia menambahkan, pentingnya wawasan kebangsaan, yang meliputi kesadaran sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang setara, menjunjung semangat gotong royong, serta menjaga keutuhan bangsa dalam bingkai toleransi dan keberagaman.

“Indonesia terdiri dari lebih 17.000 pulau, 1.300 suku, 743 bahasa daerah, dan 6 agama. Jika tidak dikelola dengan wawasan kebangsaan yang kuat, perbedaan ini bisa menjadi celah perpecahan, seperti yang terjadi di Uni Soviet,” ujarnya.

Donald juga menyampaikan dukungan atas langkah Wiyadi dalam memperjuangkan keadilan pendidikan, khususnya bagi generasi muda yang merupakan penerus masa depan bangsa.

Sementara Suheli mengajak masyarakat untuk terus mengamalkan Sila Ketiga Pancasila yakni Persatuan Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Ia menekankan bahwa perbedaan tidak boleh menjadi penghalang, melainkan harus menjadi kekuatan bersama.

“Perbedaan adalah rahmat. Kita harus saling menghargai dan menjaga kerukunan agar persatuan tetap terpelihara,” kata Suheli.

Pada acara juga berlangsung diskusi yang hangat dan interaktif. Tingginya antusiasme warga tercermin dari keaktifan dalam berdialog serta keseriusan menyimak materi yang disampaikan.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang edukasi, tetapi juga penguatan komitmen bersama dalam menjaga nilai-nilai Pancasila dan keutuhan bangsa Indonesia. (*)

Editor Sigit Pamungkas