Berdikari.co,
Bandar Lampung – Posisi
tawar petani singkong di Lampung saat ini dinilai sangat lemah akibat pasar
yang terbatas dan dominasi pabrik pengolahan tapioka.
Hal ini disampaikan Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi
Caya, menanggapi persoalan anjloknya harga singkong di tengah masa panen raya.
Menurut
Asrian, harga singkong terbentuk dari interaksi permintaan dan penawaran.
Ketika permintaan tinggi, misalnya saat menjelang Lebaran, harga bisa naik.
Sebaliknya, saat panen besar dan pembeli terbatas, harga singkong cenderung
anjlok.
"Masalahnya,
pasar singkong kita cenderung sempit, karena nyaris seluruhnya bergantung pada
pabrik tepung tapioka. Ini menyebabkan posisi petani sebagai penjual menjadi
sangat lemah," ujar Asrian, Minggu (4/5/2025).
Asrian
menjelaskan, posisi pabrik sebagai pembeli semakin kuat karena sebagian besar
perusahaan tersebut terafiliasi dalam satu grup bisnis. Ditambah lagi, singkong
adalah komoditas yang tidak tahan lama, sehingga petani terdesak untuk segera
menjual hasil panennya, meskipun dengan harga rendah.
Untuk
memperbaiki situasi ini, Asrian mendorong adanya upaya memperkuat posisi
petani, di antaranya melalui pemangkasan rantai distribusi.
"Tata
niaga harus diperpendek. Idealnya, petani menjual langsung ke pabrik lewat
kemitraan, sehingga biaya ongkos ditekan, petani mendapat kepastian pasar, dan
pabrik memiliki kepastian pasokan bahan baku," paparnya.
Ia juga
menekankan pentingnya peran aktif pemerintah dalam mendorong terbentuknya
kemitraan tersebut, sekaligus meningkatkan produktivitas dan menekan biaya
produksi singkong.
"Pemerintah
harus memperbaiki infrastruktur jalan untuk mengurangi biaya angkut, serta
memberikan kemudahan administrasi bagi pabrik, misalnya lewat insentif fiskal,
agar biaya produksi lebih ringan," tambahnya.
Sebelumnya,
ratusan petani singkong yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Petani
Singkong Indonesia (AMPPSI) mengumumkan akan menggelar aksi unjuk rasa di depan
Kantor Gubernur Lampung, Senin (5/5/2025).
Koordinator
AMPPSI, Maradoni, mengatakan sekitar 5.000 petani dari berbagai daerah akan
turun ke jalan, menuntut perhatian langsung dari Presiden Prabowo Subianto dan
para menterinya.
Mereka
mendesak pemerintah pusat melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan-perusahaan
pengolahan tapioka di Lampung, yang dinilai kerap membeli hasil panen dengan
harga tidak wajar dan menekan petani dengan alat ukur kadar pati (aci).
"Kami
ingin pemerintah pusat melihat langsung praktik yang terjadi di lapangan.
Petani terus dirugikan oleh permainan harga ini," kata Maradoni, Sabtu
(3/5/2025). (*)