Berdikari.co, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung mendata ada 33 bukti di wilayah Bandar Lampung yang terdapat aktivitas pertambangannya. Ironisnya, hanya 3 bukit yang aktivitas tambangnya memiliki izin, sedangkan aktivitas tammbang di 30 bukit lagi belum mengantongi izin alias ilegal.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan berdasarkan inventaris Walhi di Bandar Lampung ada 33 bukit dan hanya 3 bukit yang aktivitas tambangnya berizin diantaranya di wilayah Sukabumi dan Panjang. Sedangkan 30 bukti lainnya dipastikan ditambang secara ilegal.
“Walhi meminta Polda Lampung dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung untuk bertindak melakukan penutupan atas pengerukan tambang ilegal di wilayah Bandar Lampung,” kata Irfan, Minggu (13/4/2025).
Menurut Irfan, Polda seharusnya memiliki kewenangan penuh yang bisa digunakan melakukan penyegelan dan proses penegakan hukum terhadap pengerukan tambang ilegal tanpa tebang pilih.
“Karena dari pantauan kami masih banyak tambang ilegal di wilayah Bandar Lampung,” tegasnya.
Irfan mengakui, dalam Perda RTRW Kota Bandar Lampung dibenarkan melakukan penambangan sepanjang sesuai aturan dan di wilayah yang sudah ditentukan.
Ia membeberkan, dalam Perda RTRW itu ada di zona pertambangan kalau sesuai aturan diperbolehkan.
"Dalam Perda Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang RTRW, boleh melakukan penambangan di zona pertambangan kalau sesuai aturan. Dan itu hanya ada tiga saja di Bandar Lampung ini," tegasnya.
Menyikapi banyaknya penambangan liar di Bandar Lampung, Walhi meminta Polda segera bertindak melakukan penutupan dan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan.
Irfan mengatakan, terjadi pembiaran oleh Dinas ESDM Provinsi Lampung terhadap aktivitas tambang ilegal yang terjadi di wilayah Bandar Lampung.
"Yang jelas ini ada pembiaran, tidak ada keseriusan oleh Dinas ESDM Provinsi," tegas Irfan.
Menurutnya, Dinas ESDM memiliki alasan klasik untuk melakukan pembiaran. Padahal sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Dinas ESDM punya kewenangan melakukan penindakan kepada tambang yang tidak memiliki izin.
"Terlepas prosesnya nanti diserahkan kepada pihak kepolisian untuk nanti dilakukan penyelidikan berikutnya, tapi intinya Dinas ESDM punya kewenangan untuk penertiban tambang," tegas Irfan.
Irfan menegaskan, penyegelan tambang batu di wilayah Way Laga, Kecamatan Sukabumi, oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung itu seharusnya dilakukan oleh Dinas ESDM Provinsi Lampung.
"Fenomena kemarin seharusnya Dinas ESDM malu ada aktivitas tambang yang izinnya habis, ternyata bukan ESDM yang melakukan penegakan hukum, malah Dinas Lingkungan Hidup," ujarnya.
"Kami berharap Dinas ESDM tidak melakukan pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal, dan segera bertindak terhadap aktivitas pertambangan di Kota Bandar Lampung yang belum memiliki izin," sambungnya.
Menurut Irfan, beberapa waktu yang lalu Polda Lampung juga melakukan penyegelan tambang ilegal. Namun, menjadi persoalan tidak berlanjutnya proses hukum dari penyegelan tersebut.
"Ini gimana tindak lanjutnya, apakah sampai penetapan tersangka? Jadi Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, termasuk Polda Lampung berani tidak melakukan penertiban dan penegakan hukum terhadap semua aktivitas tambang ilegal di Bandar Lampung secara terbuka?" tegas Irfan.
"Karena jika kita hanya berharap kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak akan melakukan tindakan dan lempar tanggung jawab. Kita menantang DLH, Dinas ESDM dan Polda Lampung untuk segera bertindak terhadap aktivitas tambang ilegal ini," lanjutnya.
Menurut Irfan, sebuah kewajaran jika publik berspekulasi buruk kepada Dinas ESDM Provinsi Lampung karena melakukan pembiaran aktivitas tambang ilegal.
"Ini tidak ada tindakan terus-menerus dari Dinas ESDM, jangan salahkan publik juga kalau menaruh kecurigaan pada Dinas ESDM," pungkasnya.
Manajer Advokasi dan Kajian Mitra Bentala, Mashabi, menyatakan mendukung langkah DLH Provinsi Lampung yang telah menyegel tambang yang sudah habis izinnya. Namun, ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku tambang ilegal.
"Jika aktivitas pertambangan dilakukan secara ilegal, maka harus ditindak tegas dan diberi sanksi. Tentunya bukan hanya sanksi administratif, melainkan juga sanksi hukum karena telah melanggar aturan yang berlaku," tegas Mashabi, Minggu (13/4/2025).
Mashabi juga mengungkapkan, masih banyak pelaku usaha tambang yang tidak menjalankan kewajiban pemulihan lingkungan setelah izin usahanya berakhir. Dan ini bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
“Ada kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu melakukan pemulihan lingkungan pasca kegiatan tambang berakhir. Tapi faktanya hampir semua pelaku mengabaikan kewajiban ini. Kami sangat berharap kedepan kewajiban ini benar-benar ditegakkan,” kata Mashabi.
Mashabi menyarankan, DLH Provinsi Lampung untuk tidak bekerja sendiri, melainkan bersinergi dengan aparat penegak hukum agar penindakan terhadap pelanggaran bisa memberikan efek jera.
“Kami mendesak DLH agar berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi tegas. Jangan hanya sebatas segel atau teguran, tapi juga harus ada proses hukum yang jelas,” kata Mashabi.
Menurut Mashabi, wilayah Bandar Lampung seharusnya bebas dari aktivitas penggerusan bukit atau tambang galian C. Menurutnya, aktivitas semacam itu tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
“Dampaknya sangat nyata, mulai dari banjir saat musim hujan, kekeringan saat musim kemarau, kerusakan jalan akibat kendaraan pengangkut material, kebisingan, dan pencemaran udara,” paparnya. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 14 April 2025, dengan judul “Walhi: Ada Aktivitas Tambang Ilegal di 30 Bukit”