Berdikari.co, Bandar Lampung - Kebijakan efisiensi
anggaran yang diterapkan pemerintah pusat mulai berdampak serius terhadap
sektor perhotelan di Provinsi Lampung. Pendapatan industri perhotelan terancam
anjlok hingga 60 persen. Bahkan, sekitar 50 persen hotel berisiko mengalami
kebangkrutan.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi
Lampung, Friandi Indrawan, mengungkapkan bahwa mayoritas hotel di Lampung masih
bergantung pada belanja pemerintah.
"Sebagian besar pangsa pasar hotel
di Lampung berasal dari kegiatan pemerintah. Dengan kebijakan penghematan ini,
kami memperkirakan hotel-hotel akan kehilangan pendapatan hingga 60
persen," kata Friandi, Selasa (11/2/2025).
Dampak dari kebijakan ini mulai terasa dengan berkurangnya jumlah acara
pemerintahan yang biasanya digelar di hotel-hotel setempat. Menurut Friandi,
kondisi ini bisa membuat 40 hingga 50 persen hotel di Lampung kolaps.
"Kami telah membahas masalah ini
dalam Musyawarah Nasional PHRI. Kami meminta Ketua Umum PHRI untuk bertemu
dengan Presiden agar kebijakan ini dipertimbangkan kembali. Jika tidak ada
solusi, banyak hotel dan restoran, khususnya di daerah seperti Lampung, akan
kesulitan bertahan," ujarnya.
Senada dengan itu, Wakil Sekretaris PHRI Lampung, Raban, menambahkan bahwa
dunia perhotelan di Lampung masih sangat bergantung pada belanja pemerintah.
"Bisa dikatakan lebih dari 50
persen pemasukan hotel dan restoran di Lampung berasal dari kegiatan
pemerintah. Jika kebijakan ini terus berjalan tanpa solusi, dampaknya akan
sangat terasa terhadap tingkat hunian hotel," kata Raban.
Menurutnya, hotel-hotel di Lampung belum sepenuhnya bergantung pada
wisatawan mandiri dan masih mengandalkan anggaran pemerintah sebagai penopang
utama bisnis mereka. Jika kegiatan seperti rapat, bimbingan teknis, dan pelatihan
dihentikan atau dikurangi drastis, bukan hanya hotel yang terdampak, tetapi
juga industri penunjang lainnya seperti katering, transportasi, dan UMKM.
Dampak kebijakan efisiensi anggaran ini tidak hanya dirasakan oleh sektor
perhotelan. Sebanyak 233 petugas pintu air di Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji
Sekampung (BBWSMS) juga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara
sepihak.
Sigit, salah satu perwakilan petugas dari Daerah Irigasi (DI) Way
Sekampung, mengatakan bahwa pemberitahuan PHK disampaikan melalui rapat daring
pada Kamis (6/2/2025). Alasannya, ada pengurangan anggaran dari pemerintah
pusat.
"Kami sangat kecewa. Saya dan
rekan-rekan sudah bekerja selama puluhan tahun, tapi diberhentikan begitu
saja," ujar Sigit, Jumat (7/2/2025).
Sebanyak 171 petugas dari DI Way Sekampung dan 62 petugas dari DI Way Rarem
kehilangan pekerjaan akibat kebijakan ini. Wilayah kerja mereka meliputi
beberapa daerah, seperti Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur, dan Lampung
Utara.
Kepala BBWSMS, Roy Panagom Pardede, mengonfirmasi bahwa kebijakan efisiensi
anggaran memang berdampak besar pada sektor ini.
"Total ada sekitar 620 tenaga
honorer dan outsourcing yang terkena dampak pemangkasan anggaran. Kami sudah
menawarkan mereka untuk tetap bekerja dengan syarat tidak menuntut pembayaran
hingga anggaran tersedia, dan sebagian besar menyetujui kesepakatan ini," jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah akan segera menerbitkan Surat Keputusan (SK)
agar para petugas dapat kembali bekerja, meski gaji mereka baru akan dibayarkan
setelah anggaran tersedia.
"Kami tidak ingin mereka kehilangan
pekerjaan. Saat anggaran turun, gaji mereka akan segera dibayarkan," imbuhnya.
Dengan dampak luas yang ditimbulkan oleh kebijakan efisiensi anggaran ini, berbagai pihak berharap pemerintah dapat mencari solusi agar sektor-sektor yang terdampak, terutama perhotelan dan tenaga kerja, tetap dapat bertahan. (*)