Berdikari.co, Bandar Lampung - Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung melaporkan bahwa selama periode Januari hingga Juli 2024, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Lampung mencapai 1.750,80 hektar.
Meski angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, perhatian tetap diperlukan mengingat puncak musim kemarau yang diperkirakan akan berlangsung hingga September 2024.
Kepala Dishut Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, mengungkapkan bahwa kebakaran tahun ini menurun drastis dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023, yang mencapai 4.853,36 hektar.
Kabupaten Lampung Timur tercatat sebagai daerah dengan karhutla terluas, mencatatkan 1.384,8 hektar kebakaran. Diikuti oleh Kabupaten Way Kanan, Tulang Bawang, Lampung Utara, dan Tulang Bawang Barat.
Menurut Yanyan, kebakaran sering terjadi pada lahan belukar, padang ilalang, dan tanah terbuka lainnya. Kebakaran di kawasan hutan lindung atau hutan produksi seringkali dipicu oleh aktivitas pembukaan lahan. Sementara itu, kebakaran di kawasan hutan konservasi, seperti Taman Nasional Way Kambas (TNWK), diduga melibatkan pemburu, berdasarkan kasus perburuan liar yang telah terungkap.
Pada bulan Agustus 2024, TNWK mengalami dua kebakaran. Kebakaran pertama terjadi pada 19 Agustus di Resor Toto Projo, Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Bungur, dengan luas area terbakar sekitar 20 hektar. Kebakaran kedua terjadi pada 24 Agustus di Resor Susukan Baru, Wilayah SPTN II Way Kanan, yang melibatkan semak belukar dan diduga kuat akibat ulah pemburu.
Data dari Sistem Pemantauan Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan penurunan yang signifikan dalam luas hutan dan lahan yang terbakar dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, luas lahan yang terbakar mencapai 6.506,67 hektar, sementara pada tahun 2022 tercatat 7.989 hektar.
Meski demikian, pemerintah daerah dan instansi terkait terus melakukan upaya antisipasi dan mitigasi. "Kami terus memantau hotspot dan kejadian karhutla di berbagai lokasi serta berkoordinasi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Lampung," katanya.
Ia menerangkan, pada 1-2 September 2024, terpantau 12 titik panas di empat kabupaten: Way Kanan, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Pesisir Barat. Satu titik panas terdeteksi dengan tingkat kepercayaan tinggi, sementara 11 titik panas lainnya dengan tingkat kepercayaan sedang.
Pemerintah juga mengaktifkan posko bencana, memastikan ketersediaan sarana dan prasarana penanggulangan karhutla, serta melakukan sosialisasi pencegahan kebakaran hutan kepada masyarakat sekitar kawasan hutan.
"Kami juga mengeluarkan surat edaran kepada bupati/walikota untuk melaksanakan antisipasi dan mitigasi karhutla," ujarnya.
Sementara itu, Manager Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Edi Santoso mengatakan, potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerah Lampung cukup tinggi, apalagi saat ini sudah mulai memasuki puncak musim kemarau.
"Hal ini bisa kita rasakan beberapa hari ini suhu panas yang berlebihan, mencapai 36 derajat. Tentu ini menjadi salah satu penyebab rentanya karhutla karena kondisi hutan dan lahan yang kritis juga atau kekeringan dan aktivitas manusia," kata Edi, Selasa (3/9/2024).
Menurutnya, berdasarkan Peta Drought Code, tingkat kemudahan terbakar di lapisan bawah permukaan tanah dari BMKG yang berlaku pada 2 September 2024, menunjukan Provinsi Lampung sangat rentan terjadinya karhutla.
"Dimana kita lihat hampir seluruh Provinsi Lampung berwarna merah (sangat mudah terbakar). Kondisi lapisan permukaan tanah bagian bawah dalam kondisi sangat kering dan mulai mencapai kondisi ekstrim," jelasnya.
Sehingga hal tersebut harus menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk segera mengantisipasi dan mitigasi terjadinya karhutla dengan membentuk satgas dan pos-pos pantau yang siaga serta kontak pengaduan yang mudah diakses langsung oleh masyarakat.
"Sosialisasi dan pelarangan kegiatan pembakaran lahan sangat perlu digalakkan untuk menjaring dan melibatkan semua elemen masyarakat khususnya masyarakat sekitar lokasi potensi karhutla untuk bersama-sama dalam upaya mitigasi," paparnya.
Menurutnya, ketika sudah terjadi kebakaran maka situasi akan berubah dan merugikan masyarakat Provinsi Lampung dengan dampak yang ditimbulkan baik itu eksistensi hutan dan lahan yang berkurang akibat terjadinya kebakaran.
"Serta kondisi lingkungan yang semakin buruk dengan menurunnya kualitas udara sampai pada masalah kesehatan masyarakat sekitar terjadinya karhutla," imbuhnya. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 04 September 2024, dengan judul "1.750 Hektar Hutan-Lahan di Lampung Terbakar"