Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 11 Juni 2024

Pelayanan Mengecewakan, Rumah Sakit Mitra Mulia Husada di Lamteng Dilaporkan ke DPRD

Oleh ADMIN

Berita
Rumah Sakit Mitra Mulia Husada (MMH) di Jalan Proklamator Raya Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Dinilai tidak memberikan pelayanan yang baik kepada pasiennya, Rumah Sakit Mitra Mulia Husada (MMH) di Jalan Proklamator Raya Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, dilaporkan ke Komisi V DPRD Provinsi Lampung.

Laporan tersebut disampaikan oleh Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia Provinsi Lampung yang menjadi kuasa hukum dari Sudirwan yang mengaku istrinya bernama Sutiyem meninggal dunia akibat kelalaian yang dilakukan oleh petugas medis Rumah Sakit MMH tersebut.

Usai melaporkan ke Komisi V DPRD Lampung, anggota Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia Provinsi Lampung, Meidy Muhamad Putra mengatakan, pelayanan Rumah Sakit MMH kerap kali dikeluhkan oleh masyarakat yang berobat di tempat itu.

"Atas kelalaian Rumah Sakit MMH juga mengakibatkan istri dari klien kami meninggal dunia. Tapi selain itu masih banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis Rumah Sakit MMH," kata Meidy, Senin (10/6/2024).

Meidy menjelaskan, kronologis istri kliennya meninggal dunia berawal pada pada 9 April 2024 saat Sutiyem dibawa ke Klinik Soraya. Namun, sesampainya di tempat itu dokter sedang tidak ada karena sedang cuti hari raya Idul Fitri.

Lalu, pasien dirujuk ke RS Penawar Medika. Namun, karena alasan fasilitas yang kurang lengkap pasien dirujuk ke RS MMH dan mendapatkan perawatan di ruang UGD.

"Pasien diwajibkan untuk rontgen dan CT scan. Pada saat rontgen itu pasien harus dibawa ke RS As Syifa. Setelah dilakukan rontgen pasien kembali lagi dibawa ke RS MMH dan diharuskan untuk CT scan. CT scan  ini tidak bisa dilakukan di RS MMH, tapi harus dibawa ke RS Yukum Medika Center," jelasnya.

Sebelum dibawa ke RS Yukum Medical Center, pasien sudah mengingatkan kepada petugas medis bahwa tabung oksigen yang dipakai oleh pasien kurang dari setengah dan menunjukkan angka 600.

"Diagnosis utama pasien Sutiyem adalah DBD shock syndrome yang keluhan utamanya berupa demam, lemas dan sesak nafas. Setelah selesai menjalani CT scan di Rumah Sakit Yukum Medical Center, ternyata isi tabung oksigen yang dipakai pasien sudah habis. Saat itu pasien sudah mengingatkan kepada tenaga medis untuk segera diganti tapi tidak ada tindakan. Malah petugas medis yang mendampingi pasien meminta dibawa kembali ke RS MMH padahal tabung oksigen telah kosong," jelasnya.

Setelah tabung oksigen kosong, pasien tetap dibawa ke UGD Rumah Sakit Yukum Medical Center tanpa didampingi oleh petugas medis dari Rumah Sakit MMH.

"Saat dibawa ke UGD Yukum Medical Center, pasien tidak didampingi oleh tenaga kesehatan yang sejak awal mendampinginya. Sehingga saat penyakit pasien kambuh  yang melakukan pertolongan seperti pompa jantung dan melakukan nafas buatan hanya suaminya," paparnya.

“Sampai akhirnya pada 13 Mei 2024 pasien meninggal dunia di Rumah Sakit Yukum Medical Center. "Jelas kami kecewa dengan pelayanan RS MMH. Ini bukan dalam rangka negosiasi nyawa. Tapi harus ada bentuk tanggung jawab dari rumah sakit. Karena jelas berdasarkan UU No. 17 tahun 2023 disebutkan pihak rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap kelalaian yang menyebabkan kerugian pasien," lanjutnya.

Sementara itu, anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Budhi Condrowati mengecam keras dugaan kelalaian yang dilakukan pihak RS Mitra Mulia Husada yang mengakibatkan pasien Sutiyem meninggal dunia.

"Komisi V  itu sifatnya menengahi dan menjembatani aduan dari masyarakat. Ini kan baru laporan sepihak dari masyarakat, nanti kita akan memanggil pihak dari rumah sakit. Jadi disinkronkan benar atau gaknya, kalau memang itu benar-benar terjadi maka Rumah Sakit MMH harus dievaluasi," jelas Budhi.

Untuk itu, pihaknya akan segera memanggil beberapa pihak terkait termasuk RS MMH untuk dilakukan rapat dengar pendapat.

"Kita kan harus tahu dari pihak sana (RS) dengan pihak sini (korban). Jika memang ada kelalaian, harus dievaluasi institusinya. Bisa jadi harus diberikan sanksi," tegasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas