Berdikari.co, Bandar Lampung - Pelaksanaan kegiatan Pekan Raya Lampung (PRL) Tahun 2024 dinilai salah konsep oleh sejumlah pedagang hingga sepi penginjung dan berakibat tidak mendapat keuntungan.
Kegiatan PRL yang diselenggarakan di Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Way Halim Bandar Lampung sejak 22 Mei 2024, lalu hingga malam ini 10 Juni 2024 masih menimbulkan sejumlah masalah yang dikeluhkan.
Kegiatan yang digelar selama 20 hari itu, tidak membuat para pedagang atau para pelaku usaha mikro kecil menengah mendapatkan keuntungan yang berarti.
Seperti yang disampaikan oleh RN seorang pedagang makanan berjenis Seafood mengaku, pemilik dagangannya harus merogoh kocek yang lumayan besar untuk menyewa lapak dan tenda yang dekat dengan panggung utama.
Kendati demikian, meskipun telah berjualan dekat dengan panggung utama, lantas tidak membuat dagangannya menghasilkan keuntungan yang berarti.
"Kami enggak bisa ngomong apa-apa, kalau harus jujur, PRL tahun ini makin tidak jelas, dari konsepnya saja sudah salah, jadi sepi pengunjung, sekalipun ramai itu hanya di hari-hari tertentu, tergantung siapa artis yang dihadirkan, tapi tidak menambah pendapatan, karena yang nonton kebanyakan anak muda yang hanya mau nonton bintang tamunya saja," kata RN, saat ditemui di PRL, Senin (10/06/2024)
Ia menjelaskan, penyebab dari PRL 2024 sepi, lantaran tiket masuk yang tidak jelas, bahkan terlampau sangat mahal dengan kegiatan yang hanya memamerkan kuliner serta bentuk-bentuk Anjungan dari seluruh daerah di Provinsi Lampung yang begitu-begitu saja.
"Saya berani bilang konsepnya salah, karena tiket terbilang mahal sedangkan di dalamnya tidak ada hal yang terbaru dari kegiatan sebelumnya, jadi masyarakat enggan untuk datang ke PRL tahun ini," katanya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
"Terlebih, semua pintu akses terbuka, pengunjung bisa masuk lewat pintu mana saja, enggak terarah, banyak pengunjung masuk langsung menuju panggung utama tanpa melewati dagangan kami, karena pintu aksesnya tadi dibuka semua, jadi dagangan kami minim laku, bicara omset sudahlah mas, kami merugi keuntungan bisa dikatakan nihil jadinya," katanya.
Senada penjual lain yang enggan disebut namanya mengaku, omset yang didapat tidak sebanding dengan besarnya kegiatan yang setiap tahun diselenggarakan, dirinya juga menyayangkan mahalnya harga tiket masuk yang mencapai Rp50 Ribu yang membuat pengunjung enggan datang.
"Sepi, lebih sepi dari tahun lalu, tiket masuk mahal, artis itu-itu aja, orang mau datang kesini mikir dua kali, tiket masuk Rp50 Ribu di hari tertentu dan artis ternama, mereka bawa keluarga misalnya 5 orang belum parkir belum mau jajan, sekali masuk harus habis Rp500 ribu cuma mau kesini mana orang mau, sedangkan dihari biasa yang artisnya bukan artis ternama tiket murahpun pengunjung tetap sepi," terangnya.
Ia berharap gelaran PRL berikutnya harus memikirkan berbagai aspek, baik dari harga tiket dan lain-lain yang mampu membuat antar penyelenggara, penjual dan pengunjung mendapat keuntungan yang sama.
"Kan ini sepi, otomatis dagangan kami juga ikut sepi jadi kedepannya harus dipikirin dulu gimana cara yang tepat agar sesama bisa saling menguntungkan bukan hanya memikirkan keuntung sendiri," lanjutnya.
Ia menerangkan, dalam kegiatan sepertihalnya PRL, tidak harus mengenakan tiket dengan nominal besar yang berdampak pada sepinya pengunjung.
"Sebetulnya bisa saja tiket dimurahin Rp15 hingga Rp20 ribu, pasti pengunjung ramai, penyelenggara untung penjual juga ikut untung, bukan kaya sekarang tiket Rp50 ribu pengunjung sepi pedagang merugi," imbuhnya
"Kedepan harusnya bisa diterapkan sistem pembayaran tiket dilakukan dua kali, misalnya untuk masuk ke area PRL pintu utama Rp15 ribu, yang mau nonton konser bayar lagi sendiri, kalau ini kan nonton enggak nonton kalau masuk bayarnya sama, masa ada orang tua kesini mau nonton penampilan Orgen Tunggal Syla Musik, kan engga mungkin, pasti cuma mau keliling sama keluarga nyari makanan atau sekedar liat anjungan saja," pungkasnya. (*)