Logo

berdikari TAJUK

Kamis, 22 Juni 2023

Yakin Mengepalkan Tangan Persatuan di Momentum Bulan Bung Karno 2023, oleh Fransiskus Raymon

Oleh Redaksi

Berita
Fransiskus Raymon (25 Tahun), Warga Kabupaten Lampung Utara. Foto: Istimewa.

Berdikari.co, Lampung - Atas nama bangsa Indonesia, Bung Karno bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Seperti kelahiran sesosok bayi, proklamasi Republik Indonesia membawa konsekuensi yaitu perlu munculnya rasa tanggungjawab dibangun raga dan jiwanya.

Indonesia harus terus tumbuh dan berkembang sesuai semangat zamannya atau zeitgeist. Laksana tubuh manusia yang terus tumbuh dan berkembang di tengah tantangan.

Tubuh kita tersusun dari organ tubuh yang terhubung oleh sistem organ. Tubuh dapat berumur panjang bila setiap organ tubuh berada dalam kondisi yang sehat. Terjadinya gangguan kesehatan pada suatu organ tubuh dapat membuat organ tubuh lain tidak dapat bekerja optimal.

Misal orang yang mengalami hipertensi yang merupakan gangguan tekanan darah tinggi, dapat mengalami efek kelumpuhan pada organ lain, baik ringan atau berat seperti tangan maupun organ lainnya. Sebagian orang yang mengalami stroke merasa kesulitan untuk sekedar mengepalkan tangan.

Tangan adalah bagian tubuh yang merupakan alat gerak. Tubuh yang sehat mampu menggerakkan tangan untuk melakukan berbagai kegiatan.

Gerakan tangan membutuhkan syaraf sehat yang terangsang oleh kondisi yang ditangkap indra, membutuhkan kerja pikiran yang sehat, membutuhkan peredaran darah yang lancar, membutuhkan energi dari kegiatan organ pencernaan yang sehat, rangka tulang dan sendi yang kuat, serta membutuhkan jiwa yang berusaha mencari lalu menemukan spirit yang menggerakkan. Untuk terus hidup, tubuh dan jiwa secara umum perlu jauh dari kondisi yang tidak sehat.

Laksana tubuh manusia, Republik Indonesia hari ini rasanya terus membutuhkan kerja intelektual dan media untuk konsisten mengupayakan rasionalitas publik menyambut perluasan keterbukaan akses informasi publik dalam mendukung sistem demokrasi pasca reformasi, sebagaimana tubuh membutuhkan syaraf sehat yang mampu terangsang oleh kondisi yang ditangkap indra.

Kerja pikiran yang sehat dibutuhkan laksana dibutuhkannya kerja pikiran dalam pembuatan keputusan dalam menentukan kebijakan publik dalam konsep triaspolitika, dan kerja pikiran dibutuhkan dalam mengupayakan kepercayaan publik terus terdorong di Republik ini.

Tubuh membutuhkan peredaran darah yang lancar, dan energi dibutuhkan tubuh dari kegiatan organ pencernaan yang sehat sebagaimana pengelolaan keuangan dan pengelolaan perpajakan di Republik Indonesia.

Anggaran belanja dan pendapatan negara bagaikan darah yang terpompa ke seluruh tubuh. Lancarnya aliran darah ke seluruh tubuh laksana laju aliran anggaran dalam wacana desentralisasi dan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai tuntutan reformasi.

Pajak bagaikan nutrisi yang akan terserap tubuh dari proses pencernaan yang akan disalurkan kembali ke seluruh tubuh lewat peredaran darah. Konsep dan praktik redistribusi kesejahteraan yang tepat diharapkan menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perut rakyat perlu kenyang untuk berbincang enjoy soal demokrasi. Demokrasi yang terus tumbuh ke arah yang berkualiatas, akan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat.

Kesejahteraan kini dapat tercermin dari peningkatan daya beli masyarakat dan penurunan angka pengangguran. Populasi kelas menengah kota terus tumbuh karena terserap lapangan kerja yang tersedia di kawasan industri manufacturing yang padat karya.

Industrialisasi merupakan tulang punggung dalam pembangunan ekonomi. Kekuatan industri sebagai tulang punggung dalam ekonomi kita perlu diperkuat dengan upaya sistematis seperti pengadaan bahan baku lokal, keterhubungan antar daerah dan kesiapan berhadapan pada investasi baik luar maupun dalam negeri.

Sementara pertanian, peternakan dan perikanan sebagai soko guru penopang ekonomi pedesaan tidak bisa luput dari perhatian. Sumber daya manusia yang beregenerasi dan penurunan produktifitas sektor ini dapat menjadi bom waktu.

Krisis yang tidak terasa langsung seperti tubuh yang diam-diam mengalami kondisi pengapuran sendi membayangi sektor ini. Slogan sebagai negara agraris dan negara maritime tidak cukup membendung krisis ini.

Pemberdayaan dengan teknologi tepat guna, advokasi dan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat yang bekerja di sektor ini lah yang dimungkinkan dapat menjadi sinyal untuk terhindar dari ironi ketahanan pangan nasional.

Tubuh membutuhkan jiwa yang terus berusaha menemukan spirit yang menggerakkan. Soal belum cukupnya dimensi ragawi dipertegas oleh Presiden Soekarno dalam pidato HUT RI 17 Agustus 1996 dan dapat kita saksikan di ArsipNasional RI.

“Bahwa membangun suatu negara, membangun ekonomi, membangun teknik, membangun pertanahan, adalah pertama-tama dan pada tahap utamanya; membangun jiwa bangsa. Tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada jiwa yang besar, tidak akan mungkin mencapai tujuan. Inilah perlunya, sekali lagi mutlak perlunya Nation dan Character Building," tegas Presiden Soekarno.

Kita memiliki kekayaan yang dapat kita gali dari nilai kesucian dalam agama, nilai keluhuran dalam kebudayaan nusantara, dan nilai perjuangan dalam memori kolektif bangsa Indonesia. Kekayaan itu dapat menjadi sumber bagi kita untuk menemukan spirit yang dapat menjadi landasan supaya berjiwa besar.

Jiwa yang besar memiliki kesadaran kebangsaan Indonesia. Kehilangan kesadaran kebangsaan dapat disebabkan oleh dominasi kesadaran golongan, atau dominasi kesadararan primordial.

Ketika kesadaran kebangsaan perlahan lenyap maka kepercayaan diri sebagai bangsa akan luntur dan lambat laun rasa kebanggaan menjadi bangsa Indonesia akan hilang.

BulanJuni yang diperingati sebagai Bulan Bung Karno adalah momentum menggelorakan kembali kesadaran kebangsaan dalam kerangka pemikiran Bung Karno.

Pemikiran Bung Karno dalam bingkai sejarah akan selalu aktual. Aktual bagi siapa saja yang mengetahui cara memperlajari masa lalu. Perjuangan Bung Karno bersama para pendiri bangsa akan selalu menyadarkan kita bahwa kemerdekaan dan tanah air adalah modal awal yang harus digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran bangsa.

Ketika hari-hari ini terasa rumit, pelik dan buntu rasanya perlu kita capa ilagi cahaya keagungan yang dipancarkan oleh kisah perjuangan Bung Karno.

Organ tubuh dan jiwa yang sehat membuat tangan sebagai alat gerak mampu bebas bergerak dengan percaya diri. Gerakan tangan memiliki ragam makna.

Mengepalkan tangan bermakna berdaya juang, dan optimisme. Kemampuan untuk berusaha secara wajar mengidentifikasi keadaan hari ini, tanpa melupa pembacaan ulang pemikiran dan perjuangan Bung Karno merupakan keharusan.

Keharusan ini sebagai upaya menghindari jebakan glorifikasi masa lalu yang menuntun pada optimis mebuta. Keharusan ini juga adalah sebuah prasyarat. Prasyarat sebelum secara yakin tanpa over convident mengambil sikap mengepalkan tangan persatuan untuk Indonesia Raya.

Kepal Tangan Persatuan Indonesia dahulu menggenggam energi persatuan dalam perjuangan menuju kemerdekaan. Kini kepalan tangan itu menggenggam energi persatuan untuk berjuang mengisi kemerdekaan.

Kini Persatuan Indonesia harus jauh dari pengaruh buruk isuprimodial yang memanfaatkan sentimen antar suku agama ras dan antar golongan, harus jauh dari meningkatnya trend ketimpangan sosial ekonomi rakyat Indonesia, dan harus jauh dari rusaknya alam ibu pertiwi sebagai ruang hidupyang sehat bagi rakyat Indonesia.

Sudah layak dan sepantasnya kita mesti semakin yakin untuk mengepalkan tangan persatuan, sebab perlu kita ingat; Bung Karno telah menyediakan alat perekat Persatuan Indonesia yaitu Pancasila yang terikat dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. (*)

Editor Didik Tri Putra Jaya