Berdikari.co, Pringsewu
- Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu menemukan dugaan praktik mafia pupuk di
Kecamatan Gadingrejo pada tahun anggaran 2021. Hal itu terungkap saat Kejari
Pringsewu menggelar ekspose operasi tim intelijen terkait kasus pupuk subsidi
tersebut, Selasa (24/5).
Kepala Seksi Intelijen
Kejari Pringsewu, Median Suwardi, mengatakan dalam ekspose ini tim seksi
intelijen memaparkan hasil operasi dugaan mafia pupuk di Kecamatan Gadingrejo
tahun anggaran 2021.
Ekspose dihadiri
Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu Ade Irawan, Kasi Pidsus, Kasi Pidum, Kasi
P3BR, Kasubag Pembinaan, serta para Kasubsi dan jaksa.
Median menjelaskan,
beberapa fakta yang ditemukan oleh tim operasi intelijen terdapat indikasi yang
menyebabkan penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi tidak tersalurkan
sebagaimana mestinya.
Semestinya, dalam
penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi yang berhak menerima pupuk
bersubsidi adalah para petani yang tergabung di dalam kelompok tani yang
memberikan data diri sesuai dengan kartu tanda penduduk (KTP) yang memiliki
luas lahan yang tidak lebih dari 2 hektar serta nama anggota kelompok tani
tersebut terdaftar di dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok secara
elektronik (e-RDKK) yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian.
"Namun di
lapangan ditemukan adanya petani yang tidak terdaftar namanya dalam RDKK justru
melakukan penebusan pupuk bersubsidi ini. Ini telah melanggar ketentuan Pasal
19 Ayat 1, dan Ayat 2 Permendag No.15/M-Dag/Per/4/2013 tentang
pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian," kata
Median.
Ia melanjutkan,
ditemukan pula adanya harga penebusan pupuk bersubsidi oleh anggota kelompok
tani yang melebihi HET yaitu untuk penebusan pupuk Urea sebesar Rp125.000 per
karung, dan untuk pupuk NPK sebesar Rp150.000 per karung.
“Sedangkan telah
diatur bahwa HET untuk pupuk Urea sebesar Rp112.500 per karung dan untuk pupuk
NPK sebesar Rp115.000 per karung. Sehingga telah melanggar ketentuan Pasal 12
Ayat 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan
Harga Eceran Tertinggi (HET),” ujarnya.
Ia melanjutkan, dengan adanya temuan tersebut ada indikasi dalam penyaluran
dan pendistribusian pupuk subsidi kepada para kelompok tani menjadi tidak tepat
sasaran sehingga menimbulkan adanya kelangkaan pupuk bersubsidi. Selain itu,
ditemukan juga berbagai indikasi perbuatan melawan hukum dan menyebabkan tidak
optimalnya distribusi pupuk subsidi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Median mengungkapkan,
dengan adanya penemuan ini, tim Bidang Seksi Intelijen Kejari Pringsewu telah
meminta keterangan terhadap 35 orang serta mengumpulkan beberapa peraturan
terkait penyaluran dan pendistribusian pupuk bersubsidi yang menjadi acuan dan
harus dipedomani oleh para pihak dari tingkat kelompok tani sampai dengan produsen
pupuk bersubsidi.
“Selanjutnya terhadap
adanya dugaan mafia pupuk yang kami temukan ini maka penanganan terkait
permasalahan tersebut akan diserahkan lebih lanjut pada bidang tindak pidana
khusus untuk ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktorat
Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung juga menggerebek gudang
yang memproduksi pupuk palsu milik PT Gahendra Abadi Jaya (GAJ), di Desa Pering
Kumpul, Kecamatan Pringsewu Selatan, Kabupaten Pringsewu.
Polisi mengamankan
barang bukti berupa 500 liter bahan baku pembuat pupuk, 1.725 kilogram (1,725
ton) pupuk padat, 880 liter pupuk cair, dan 529 kemasan pupuk serbuk siap jual
dari berbagai merk.
Wadirreskrimsus Polda Lampung, AKBP Popon Ardianto Sunggoro, menjelaskan kasus tersebut diungkap berdasarkan laporan masyarakat yang menduga PT Gahendra Abadi Jaya memasarkan dan memproduksi pupuk ilegal. (*)
Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Rabu, 25 Mei 2022 dengan judul “Kejari Temukan Praktik Mafia Pupuk di Gadingrejo”