Berdikari.co,
Bandar Lampung - Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila) yang juga Ketua
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung, Usep Syaipudin menilai
temuan 126 pieces produk pangan bermasalah oleh BBPOM di Bandar Lampung
menjelang Nataru 2025/2026 tidak hanya berdampak pada aspek perlindungan
konsumen, tetapi juga berpotensi memengaruhi iklim usaha dan perekonomian
daerah.
Usep
Syaipudin mengatakan peredaran produk pangan tanpa izin edar, kedaluwarsa,
hingga rusak berisiko membahayakan kesehatan masyarakat di tengah meningkatnya
konsumsi saat momen Nataru.
“Produk
pangan bermasalah tentu berisiko terhadap kesehatan konsumen, mulai dari
potensi keracunan hingga gangguan kesehatan lainnya. Ini menjadi ancaman serius
bagi perlindungan konsumen,” kata Usep, Rabu (17/12/2025).
Dari
sisi ekonomi, Usep menilai temuan tersebut berpotensi merusak persaingan usaha
di sektor pangan. Menurutnya, pelaku usaha yang tidak taat aturan dapat menjual
produk dengan harga lebih murah karena mengabaikan biaya perizinan dan standar
keamanan pangan.
“Hal
ini menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat. Pelaku usaha yang taat
aturan justru dirugikan karena harus bersaing dengan produk ilegal yang
harganya lebih rendah,” jelasnya.
Usep
menambahkan kondisi tersebut dapat berdampak pada penurunan pendapatan pelaku
usaha legal, melemahnya tingkat konsumsi, serta berkurangnya potensi penerimaan
pajak daerah.
Terkait
maraknya temuan produk tanpa izin edar, Usep mengatakan hal tersebut
mencerminkan masih lemahnya pengawasan distribusi pangan, terutama saat
permintaan meningkat seperti pada momentum Natal dan Tahun Baru.
“Maraknya
produk tanpa izin edar menandakan pengawasan distribusi pangan masih lemah. Ini
bisa disebabkan keterbatasan sumber daya maupun kurangnya koordinasi
antarinstansi,” katanya.
Ia
juga menyoroti pendekatan pembinaan yang diterapkan BBPOM terhadap pelanggar.
Menurutnya, pembinaan tanpa sanksi tegas berpotensi melemahkan efek jera secara
ekonomi.
“Pendekatan
pembinaan memang penting, namun tanpa sanksi tegas, efek jeranya bisa kurang.
Pelaku usaha yang melanggar mungkin tidak merasakan konsekuensi yang
signifikan,” tegas Usep.
Selain
itu, Usep menilai temuan produk frozen food yang masih menggunakan izin PIRT
menjadi peringatan bagi tata kelola UMKM pangan. Ia menyarankan agar pelaku
UMKM didorong untuk segera menyesuaikan perizinan sesuai ketentuan.
“UMKM
pangan harus memastikan produknya memenuhi standar keamanan pangan dan memiliki
izin edar yang sesuai. Kepatuhan ini penting untuk menjaga kepercayaan konsumen
dan keberlangsungan usaha,” ujarnya.
Usep
menegaskan pengawasan pangan harus dilakukan secara konsisten dan berimbang
agar mampu melindungi konsumen tanpa menghambat pertumbuhan usaha daerah.
“Jika
pengawasan berjalan baik dan penegakan aturan dilakukan secara adil, maka
konsumen terlindungi dan perekonomian daerah dapat tumbuh secara sehat,”
pungkasnya. (*)

berdikari









