Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 18 November 2025

Ombudsman: Perkuat Pendampingan Lulusan PKH

Oleh ADMIN

Berita
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung, Nur Rakhman Yusuf. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung, Nur Rakhman Yusuf, menilai menurunnya jumlah penerima PKH bisa menjadi indikator membaiknya kesejahteraan masyarakat.

Ia menyebut sebagian warga mulai menunjukkan kesadaran untuk mengundurkan diri dari daftar penerima PKH ketika kondisi ekonomi mereka telah membaik.

“Bisa jadi memang ada penurunan angka kemiskinan di Lampung. Harus disyukuri juga ada kesadaran bagi penerima manfaat ketika mereka sudah mampu mau keluar dari PKH, supaya memberikan kesempatan bagi yang lain yang memang belum dapat,” kata Nur Rakhman, Senin (17/11/2025).

Meski begitu, Nur Rakhman menekankan pentingnya pendampingan lanjutan bagi KPM yang dinyatakan lulus dari PKH. Menurutnya, bantuan peningkatan kapasitas dan pendampingan usaha perlu diberikan agar mereka mampu mempertahankan bahkan meningkatkan taraf hidup.

“Kita berharap ada pendampingan bagi yang sudah lulus PKH agar dapat meningkatkan taraf ekonomi ataupun usahanya,” ujarnya.

Ia menambahkan, tren positif ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperluas program pemberdayaan ekonomi, memastikan keluarga yang keluar dari PKH benar-benar mandiri, serta membuka ruang bagi masyarakat lain yang lebih membutuhkan bantuan sosial.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD Lampung, Andika Wibawa, menyambut baik tren penurunan jumlah KPM PKH di Lampung yang dinilai menggambarkan adanya perbaikan ekonomi masyarakat. Namun ia menekankan bahwa proses pengurangan maupun penetapan penerima PKH harus benar-benar tepat sasaran.

“Kalau memang ada pengurangan PKH setiap tahun, artinya geliat ekonomi dan pendapatan masyarakat semakin membaik. Tapi selama reses, banyak masyarakat mengeluhkan penerima bantuan yang tidak tepat sasaran,” ujar Andika, Senin (17/11/2025).

Ia menyoroti masih ditemukannya warga kurang mampu yang belum pernah menerima bantuan sosial, sementara ada penerima yang kondisi ekonominya sudah membaik tetapi tetap terdaftar sebagai penerima PKH.

“Pendataan ini perlu dilakukan secara serius. Kadang datanya kurang update. Bahkan ada kasus orang sudah meninggal masih menerima bantuan, sementara masyarakat yang benar-benar membutuhkan tidak dapat,” katanya.

Andika menegaskan, pendataan PKH lazimnya dilakukan pemerintah pusat berdasarkan usulan dari daerah. Namun di lapangan sering terjadi ketidaksesuaian akibat survei dan komunikasi dengan pamong yang dinilai kurang maksimal.

“Yang tahu kondisi masyarakat itu kan pamong. Tapi tim survei kadang jarang berkoordinasi. Banyak warga tidak mampu yang tidak terdata, baik PKH, BLT maupun bantuan beras,” tegasnya.

Menurut Andika, di era digitalisasi saat ini, keakuratan data menjadi kunci agar bansos benar-benar tepat sasaran. Ia juga mengingatkan bahwa meskipun data menunjukkan perbaikan ekonomi, kondisi riil di banyak wilayah masih berat.

“Kita tidak ingin bantuan PKH dicabut begitu saja. Kalau dicabut karena perekonomiannya membaik, itu bagus. Tapi jangan sampai pencabutannya hanya karena data yang tidak akurat,” jelasnya.

Andika mengungkapkan, banyak aduan masyarakat yang menuding pamong sebagai pihak yang menentukan penerima bansos. Padahal, menurutnya, pamong hanya mengusulkan sementara keputusan akhir berada di pemerintah pusat.

“Banyak masyarakat menyalahkan pamong karena penerima bantuan dianggap hanya dari keluarga pamong. Padahal pemutakhiran data bukan di pamong. Ini harus diluruskan,” tegasnya.

Ia berharap perbaikan data penerima bansos, baik PKH, BLT, bantuan beras hingga KIP, dilakukan secara berkala dan menyeluruh.

“Yang penting pendataan harus benar-benar update, jangan memakai data lama. Masih banyak masyarakat yang membutuhkan bansos, jadi prosesnya harus akurat dan tepat sasaran,” pungkasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas