Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 18 November 2025

Akademisi: Ada Perbaikan Kondisi Ekonomi

Oleh ADMIN

Berita
Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila) yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung, Usep Syaipuddin. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila) yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung, Usep Syaipuddin, menyebut penurunan jumlah KPM PKH secara agregat menunjukkan adanya perbaikan kondisi ekonomi.

Namun, lanjut Usep, penurunan ini tidak bisa langsung dimaknai bahwa seluruh keluarga telah benar-benar sejahtera. Menurutnya, banyak faktor administrasi yang dapat menyebabkan berkurangnya jumlah penerima PKH di Lampung.

Ia menjelaskan, penurunan jumlah KPM PKH di Provinsi Lampung dalam lima tahun terakhir belum sepenuhnya mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Usep, tren penurunan tersebut memang selaras dengan membaiknya indikator ekonomi makro di Lampung. Ia mengatakan angka kemiskinan juga turun dari 10,62 persen pada September 2024 menjadi 10,00 persen pada Maret 2025.

“Pengurangan KPM PKH sering kali dipengaruhi pemutakhiran data, pembersihan data ganda, dan proses verifikasi yang masih membutuhkan perbaikan di tingkat desa maupun kabupaten. Karena itu, penurunan jumlah penerima tidak selalu sejalan dengan kondisi ekonomi nyata di lapangan,” kata Usep, Senin (17/11/2025).

“Validitas data pada level rumah tangga harus diverifikasi. Jangan hanya mengandalkan data administrasi. Bisa terjadi keluarga yang sebenarnya masih rentan justru terhapus dari daftar penerima,” lanjutnya.

Usep menilai, PKH efektif dalam meningkatkan indikator kesejahteraan sosial seperti kesehatan, pendidikan anak, dan stabilisasi konsumsi. Namun dari sisi ekonomi produktif, program ini belum sepenuhnya mampu menciptakan kemandirian yang kuat.

“PKH ini kuat di aspek sosial, tetapi belum terlalu efektif mendorong peningkatan pendapatan yang berkelanjutan. Banyak keluarga yang lulus mandiri sebenarnya belum punya pendapatan tetap atau aset yang cukup,” ungkapnya.

Ia mengingatkan, jika proses graduasi dilakukan tidak tepat sasaran, terdapat risiko keluarga rentan kembali miskin, anak-anak mengalami gangguan pendidikan, dan kecemburuan sosial meningkat di masyarakat.

Usep memberikan sejumlah rekomendasi agar kebijakan graduasi mandiri sejalan dengan realitas ekonomi di Lampung. Pertama, pemerintah perlu memperkuat verifikasi faktual di lapangan. Kedua, meningkatkan kapasitas operator data sosial di desa. Ketiga, menyiapkan pendampingan pascagraduasi, termasuk akses permodalan mikro dan literasi keuangan.

“Selain itu, perlu ada mekanisme re-entry otomatis jika keluarga kembali mengalami guncangan ekonomi, serta integrasi program pemberdayaan lintas organisasi perangkat daerah. Monitoring juga harus fokus pada hasil, bukan hanya jumlah penerima yang berkurang,” tegasnya.

Menurut Usep, graduasi penting sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Namun ia mengingatkan bahwa yang terpenting adalah memastikan keluarga yang lulus benar-benar mampu bertahan sehingga tidak kembali jatuh dalam kemiskinan.

“Graduasi itu perlu, tetapi jangan hanya mengejar angka. Keluarga yang lulus harus betul-betul siap dan punya fondasi ekonomi yang kuat. Kalau tidak, kebijakan ini justru kontraproduktif,” pungkasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas