Berdikari.co,
Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila) yang juga Ketua
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung, Usep Syaipuddin,
menyebut penurunan jumlah KPM PKH secara agregat menunjukkan adanya perbaikan
kondisi ekonomi.
Namun,
lanjut Usep, penurunan ini tidak bisa langsung dimaknai bahwa seluruh keluarga
telah benar-benar sejahtera. Menurutnya, banyak faktor administrasi yang dapat
menyebabkan berkurangnya jumlah penerima PKH di Lampung.
Ia
menjelaskan, penurunan jumlah KPM PKH di Provinsi Lampung dalam lima tahun
terakhir belum sepenuhnya mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut
Usep, tren penurunan tersebut memang selaras dengan membaiknya indikator
ekonomi makro di Lampung. Ia mengatakan angka kemiskinan juga turun dari 10,62
persen pada September 2024 menjadi 10,00 persen pada Maret 2025.
“Pengurangan
KPM PKH sering kali dipengaruhi pemutakhiran data, pembersihan data ganda, dan
proses verifikasi yang masih membutuhkan perbaikan di tingkat desa maupun
kabupaten. Karena itu, penurunan jumlah penerima tidak selalu sejalan dengan
kondisi ekonomi nyata di lapangan,” kata Usep, Senin (17/11/2025).
“Validitas
data pada level rumah tangga harus diverifikasi. Jangan hanya mengandalkan data
administrasi. Bisa terjadi keluarga yang sebenarnya masih rentan justru
terhapus dari daftar penerima,” lanjutnya.
Usep
menilai, PKH efektif dalam meningkatkan indikator kesejahteraan sosial seperti
kesehatan, pendidikan anak, dan stabilisasi konsumsi. Namun dari sisi ekonomi
produktif, program ini belum sepenuhnya mampu menciptakan kemandirian yang
kuat.
“PKH
ini kuat di aspek sosial, tetapi belum terlalu efektif mendorong peningkatan
pendapatan yang berkelanjutan. Banyak keluarga yang lulus mandiri sebenarnya
belum punya pendapatan tetap atau aset yang cukup,” ungkapnya.
Ia
mengingatkan, jika proses graduasi dilakukan tidak tepat sasaran, terdapat
risiko keluarga rentan kembali miskin, anak-anak mengalami gangguan pendidikan,
dan kecemburuan sosial meningkat di masyarakat.
Usep
memberikan sejumlah rekomendasi agar kebijakan graduasi mandiri sejalan dengan
realitas ekonomi di Lampung. Pertama, pemerintah perlu memperkuat verifikasi
faktual di lapangan. Kedua, meningkatkan kapasitas operator data sosial di
desa. Ketiga, menyiapkan pendampingan pascagraduasi, termasuk akses permodalan
mikro dan literasi keuangan.
“Selain
itu, perlu ada mekanisme re-entry otomatis jika keluarga kembali mengalami
guncangan ekonomi, serta integrasi program pemberdayaan lintas organisasi
perangkat daerah. Monitoring juga harus fokus pada hasil, bukan hanya jumlah
penerima yang berkurang,” tegasnya.
Menurut
Usep, graduasi penting sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Namun
ia mengingatkan bahwa yang terpenting adalah memastikan keluarga yang lulus
benar-benar mampu bertahan sehingga tidak kembali jatuh dalam kemiskinan.
“Graduasi
itu perlu, tetapi jangan hanya mengejar angka. Keluarga yang lulus harus
betul-betul siap dan punya fondasi ekonomi yang kuat. Kalau tidak, kebijakan
ini justru kontraproduktif,” pungkasnya. (*)

berdikari









