Berdikari.co, Bandar Lampung - Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Bandar Lampung menilai pergantian Kapolda Lampung bukan sekadar rotasi
jabatan, melainkan momentum penting untuk memperbaiki wajah penegakan hukum di
Provinsi Lampung yang dinilai masih jauh dari rasa keadilan rakyat.
Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, berharap Kapolda baru tidak hanya tampil sebagai simbol kekuasaan negara, tetapi benar-benar menjadi pemimpin yang berpihak kepada rakyat dan menegakkan hukum berdasarkan konstitusi.
“Penegakan hukum yang profesional dan proporsional masih jauh dari asa.
Kembalikan kepercayaan publik sekarang juga,” tegas Prabowo, Selasa
(4/11/2025).
Menurutnya, pasca reformasi dan pemisahan Polri dari ABRI, masyarakat memiliki harapan besar agar kepolisian semakin profesional, independen, dan humanis. Namun, kenyataan di lapangan masih menunjukkan wajah buram penegakan hukum.
“Rakyat kecil, petani, buruh, dan kelompok marjinal masih menjadi pihak paling
rentan berhadapan dengan hukum. Aparat yang seharusnya melindungi justru kerap
berubah menjadi instrumen represi,” ujar Prabowo.
LBH Bandar Lampung mencatat sedikitnya ada tujuh kasus
yang mengalami undue delay atau penundaan penyelesaian hukum
secara berlarut-larut. Salah satu kasus bahkan telah berlangsung selama 11
tahun tanpa kepastian hukum. Kondisi ini disebut mencerminkan lemahnya komitmen
aparat dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat kecil.
Selain itu, LBH juga menyoroti konflik agraria di delapan desa di Kabupaten Lampung Timur. Tanah yang telah dikelola turun-temurun oleh petani diklaim oleh mafia tanah. Meskipun masyarakat telah berulang kali melapor ke Polda Lampung, hingga kini belum ada kejelasan penyelesaian hukum.
“Konflik tersebut telah mengorbankan rasa aman dan penghidupan ratusan keluarga
petani,” imbuhnya.
Situasi serupa juga terjadi di Kabupaten Lampung Tengah, di mana delapan petani di Kecamatan Anak Tuha dikriminalisasi setelah mempertahankan lahan dari klaim perusahaan perkebunan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA). Ironisnya, hanya dalam waktu kurang dari 24 jam, kasus mereka langsung naik ke tahap penyidikan, sementara laporan rakyat terhadap perusahaan tidak kunjung ditangani.
“Kecepatan penanganan terhadap petani kontras dengan lambannya aparat dalam
menindak laporan masyarakat terhadap perusahaan. Ini menunjukkan adanya
ketimpangan serius dalam orientasi penegakan hukum di Lampung,” ungkap Prabowo.
Menurutnya, Kapolda baru memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Prinsip Polri untuk masyarakat harus diwujudkan secara nyata, bukan sekadar jargon seremonial.
“Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, kepolisian memiliki mandat
untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Karena itu, LBH menegaskan agar
setiap tindakan kepolisian berpijak pada prinsip keadilan dan kemanusiaan,
bukan tekanan kekuasaan atau kepentingan ekonomi,” tegasnya.
LBH juga mendorong Kapolda Lampung melakukan evaluasi
menyeluruh terhadap jajaran di tingkat Polda, Polres, hingga Polsek, guna
memperkuat pengawasan internal dan mencegah penyalahgunaan wewenang.
“Jangan sampai Kapolda baru tidak selaras dengan semangat reformasi Polri yang
tengah dijalankan oleh Kapolri dan Presiden Prabowo Subianto,” kata Prabowo.
Ia juga mendesak Kapolda Lampung segera mengambil langkah konkret dalam penyelesaian konflik agraria, menindak tegas mafia tanah di Lampung Timur, serta menghentikan praktik kriminalisasi terhadap petani di Lampung Tengah.
“Demokrasi hanya akan tumbuh jika kepolisian benar-benar menegakkan
prinsip rule of law, bukan rule by law. Polri harus
berani berpihak kepada rakyat kecil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,”
pungkasnya. (*)

berdikari









