Berdikari.co,
Bandar Lampung - Ketua Satuan Tugas Percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Provinsi Lampung, Saipul, menegaskan daerah akan mengikuti setiap arahan
pemerintah pusat, termasuk jika ke depan ada wacana mengganti bantuan makanan
dengan uang tunai.
“Program
MBG ini memang program prioritas Bapak Presiden. Kita di daerah tentunya
mendukung apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat. Apa pun ketentuan dari
pusat, daerah akan siap mendukung dan melaksanakannya,” kata Saipul, Senin
(22/9/2025).
Ia
menjelaskan, di bawah kepemimpinan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal,
program MBG menjadi perhatian serius. Pemprov Lampung berkomitmen menjaga
kualitas makanan agar aman, layak, dan sesuai kebutuhan gizi anak-anak penerima
manfaat.
“Apalagi Provinsi Lampung di bawah kepemimpinan Pak Gubernur Rahmat Mirzani
Djausal telah menjadikan Program MBG ini sebagai salah satu perhatian serius
beliau,” tambah Saipul.
Saipul
mengungkapkan, pihaknya terus mendorong adanya pelatihan bagi penjamah makanan.
Selain itu, jumlah sasaran per Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebaiknya
dibatasi maksimal 3.000 orang agar pengelolaan tetap optimal.
“BGN kita harapkan banyak melakukan pelatihan penjamah makanan, dan mungkin
jumlah sasaran per SPPG dibatasi maksimal 3.000 atau bahkan di bawahnya,”
ujarnya.
Ia
juga menyarankan agar pelaksanaan MBG melibatkan petugas gizi untuk memastikan
bahan makanan dan hidangan yang diberikan benar-benar aman.
Sementara
itu, Anggota DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menegaskan program MBG
sebaiknya tidak diganti dengan pemberian uang tunai. Menurutnya, tujuan utama
program ini adalah memastikan anak-anak mendapatkan gizi seimbang, bukan
sekadar menerima bantuan.
“Saya tetap pada prinsip lebih baik makanan, karena kalau sudah berbentuk uang,
banyak kemungkinan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Padahal inti
program ini adalah memastikan anak-anak kita makan bergizi,” kata Mikdar, Senin
(22/9/2025).
Ia
menilai kasus keracunan makanan yang pernah terjadi tidak bisa dijadikan alasan
untuk menghapus bentuk program MBG. Menurutnya, persoalan muncul karena tidak
semua dapur penyedia menjalankan ketentuan dengan benar.
“Kalau setiap dapur mengikuti aturan, seharusnya tidak terjadi keracunan. Di
dapur itu kan ada koki, ada pihak rumah sakit, ada accounting, jadi semua ada
mekanismenya. Kalau memang dapurnya tidak layak, jangan diberi izin. Stop saja,
supaya tidak berdampak pada anak-anak,” tegasnya.
Mikdar
juga mendorong pemerintah memperketat pengawasan terhadap penyedia makanan agar
standar kebersihan dan menu sehat benar-benar dijalankan. Ia mengklaim, dapur
MBG yang layak lebih banyak dibandingkan yang tidak, sehingga perlu
diprioritaskan.
Lebih
jauh, Mikdar menyampaikan bahwa MBG merupakan bagian penting dalam menyiapkan
generasi emas Indonesia 2045. Menurutnya, salah satu faktor penentu kecerdasan
anak adalah makanan bergizi sejak dini.
“Untuk menyiapkan generasi 2045, bukan soal jumlah orangnya yang kurang, tapi
kecerdasan yang harus ditingkatkan. Nah, salah satu faktor yang menentukan
kecerdasan itu adalah makanan. Maka dari itu, MBG harus diberikan dalam bentuk
makanan, bukan uang,” pungkasnya. (*)