Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 23 September 2025

JPPI: Kasus Keracunan Makanan Bergizi Gratis Capai 6.452 Siswa

Oleh Zainal Hidayat

Berita
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan adanya lonjakan kasus dugaan keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah. Hingga 21 September 2025, tercatat sebanyak 6.452 siswa di berbagai daerah mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi MBG.

Hal ini disampaikan langsung oleh Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, seperti dikutip dari Detik.com, Senin (22/9/2025).

“Laporan dari relawan kami di sejumlah provinsi menunjukkan, per 14 September jumlah kasus keracunan mencapai 5.360. Kemudian saat kami mengumpulkan data kembali per 21 September, bertambah 1.092 kasus, sehingga totalnya menjadi 6.452,” ungkap Ubaid.

Ia menjelaskan bahwa grafik kasus sempat menurun pada bulan Juni 2025 karena bertepatan dengan masa libur sekolah dan penerimaan siswa baru. Namun, tren kembali meningkat tajam sejak program MBG dijalankan penuh pada Agustus dan September.

“Ketika sekolah kembali aktif dan program MBG dijalankan masif, jumlah kasus naik signifikan. Saya tidak tahu apakah lonjakan ini sudah masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB), tapi peningkatannya sangat tajam,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak psikologis yang mungkin dirasakan orang tua siswa.

“Saya sangat khawatir akan muncul ketakutan di kalangan orang tua untuk mengizinkan anak-anak mereka mengonsumsi MBG di sekolah,” kata Charles dalam rapat tersebut.

Ia juga menyoroti kemungkinan bahwa angka yang dilaporkan JPPI masih lebih rendah dari kejadian sebenarnya. Menurutnya, banyak kasus keracunan tidak muncul di media atau tidak dilaporkan secara resmi.

“Saya yakin data ini under reported. Contohnya di Jakarta Utara, Kelurahan Lagoa, ada 79 anak yang mengalami keracunan MBG minggu lalu, tapi tidak diberitakan media,” ujarnya.

Charles menilai bahwa jika kasus serupa terjadi di banyak titik, maka permasalahan bukan hanya pada pelaksana teknis di lapangan, melainkan ada yang keliru dalam sistem pengelolaan program secara menyeluruh.

“Kalau kasus ini terjadi berulang dan menyebar di berbagai wilayah, berarti bukan cuma kesalahan satuan pelayanan gizi, tapi ada masalah sistemik yang harus diperbaiki,” tegasnya.

Charles juga meminta agar temuan ini segera ditindaklanjuti oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan instansi terkait agar program MBG dapat berjalan dengan aman dan memberikan manfaat maksimal bagi siswa. (*)


Editor Sigit Pamungkas