Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 15 September 2025

Kasus Korupsi Dana PI di PT LEB, Pengamat: Kejati Jangan Hanya Buat Gaduh

Oleh Redaksi

Berita
Pengamat hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, menegaskan Kejati Lampung jangan hanya membuat kegaduhan dengan melakukan gebrakan penyitaan aset puluhan miliar namun hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus korupsi dana PI di PT Lampung Energi Berjaya (LEB).

Yusdianto mengingatkan kepada Kejati Lampung untuk berkaca pada kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung dimana Agus Nompitu (AN) menang praperadilan meskipun sudah dijadikan tersangka.

“Saya mengingatkan jangan sampai penyidik (Kejati) seperti pembuat gaduh tanpa hasil seperti kasus yang kalah di praperadilan oleh Agus Nompitu,” ujar Yusdianto, Minggu (14/9/2025).

“Semestinya, Kejati belajar dari perkara praperadilan AN (Agus Nompitu) yang dalilnya bahwa kejaksaan tidak profesional dengan tidak menjalankan kewajiban sebagaimana diatur oleh KUHAP,” sambungnya.

Yusdianto menjelaskan, kejaksaan diperkenankan menyita aset apabila ada dugaan keterkaitan dengan tindak pidana yang sedang disidik.

“Penyitaan adalah tindakan hukum untuk menguasai sementara barang yang diduga berkaitan dengan tindak pidana,” katanya.

Menurut Yusdianto, hal ini  diatur dalam KUHAP Pasal 38-46. Jadi penyitaan bisa dilakukan meskipun pemilik atau yang menguasai barang masih berstatus saksi, karena yang disita adalah benda yang diduga oleh penyidik berhubungan dengan perkara (bukan otomatis penetapan tersangka).

Yusdianto mengatakan, seseorang yang ditetapkan sebagai saksi dapat saja dengan perkembangan penyidikan ditetapkan sebagai tersangka bila memenuhi syarat dua alat bukti sah (Pasal 184 KUHAP) yang mengaitkan pemilik barang dengan tindak pidana.

Dengan syarat bahwa barang sitaan ternyata terbukti hasil kejahatan atau dibeli dengan uang hasil tindak pidana dari dana PI.

Kemudian, lanjut dia, ada bukti bahwa pemilik (saksi) mengetahui atau turut serta dalam tindak pidana (misalnya ikut menikmati hasil, menyembunyikan, atau membantu).

“Terkait barang bukti, bila prosedurnya dianggap keliru atau maladministrasi, saksi dapat melakukan praperadilan. Status saksi tetap bisa berubah, tergantung perkembangan perkara dan keterkaitan pada bukti yang ditemukan. Jika melihat pola yang dilakukan oleh penyidik, saksi AD berpotensi menjadi tersangka dengan alasan pembuat kebijakan dan menyuruh dan mengetahui serta menikmati korupsi tersebut,” jelasnya.

Ia menerangkan, terdapat enam alasan utama mengapa penyidik Kejati cenderung lama menangani kasus ini.

“Pertama, penyidik berhati-hati dalam pembuktian. Kedua, memiliki strategi tersendiri. Ketiga, banyak saksi yang harus diperiksa. Keempat, keterbatasan personel. Kelima, faktor politik, kepentingan, atau tekanan eksternal, yang bisa mempengaruhi cepat atau lambatnya proses. Keenam, prinsip kehati-hatian agar tidak kalah dalam praperadilan,” paparnya.

Yusdianto menyarankan kepada Kejati Lampung untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sehingga perkara dana PI PT LEB ini dapat segera selesai.

“Saya menyarankan agar menuntaskan perkara ini dengan tunduk pada KUHAP, menghormati hak saksi, objektif, transparan, berkeadilan, dan berkepastian,” tegasnya.

Sebelumnya, Lampung Corruption Watch (LCW) mendesak Kejati Lampung segera menetapkan tersangka dalam kasus dana PI.

Ketua LCW, Juendi Leksa Utama, mengatakan publik memberikan perhatian besar pada perkara yang melibatkan dana ratusan miliar rupiah tersebut.

Menurutnya, penetapan tersangka sangat penting untuk memberikan kepastian hukum, baik bagi masyarakat maupun bagi pihak-pihak yang sudah diperiksa.

“Kalau Kejati Lampung sudah memiliki bukti yang cukup, kami mendesak agar segera ada penetapan tersangka. Kepastian hukum ini bukan hanya untuk publik yang ingin tahu, tapi juga untuk para pihak terperiksa agar jelas posisi hukumnya,” tegas Juendi, Minggu (7/9/2025).

Juendi menilai, lambatnya proses penanganan perkara berpotensi menimbulkan spekulasi liar di tengah masyarakat. Karena itu, Kejati harus menunjukkan keberanian dalam mengungkap aktor-aktor utama yang bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan dana PI tersebut.

“Jangan sampai masyarakat menilai ada tarik ulur dalam penanganan kasus ini. Kalau memang sudah cukup bukti, segera tetapkan tersangka. Itu akan membuktikan Kejati benar-benar serius dalam memberantas korupsi,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan, penanganan kasus PI 10 persen tidak boleh berhenti hanya pada penerapan pasal tindak pidana korupsi, melainkan juga harus dikembangkan dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Penyidik jangan hanya berhenti di delik korupsi saja. Jika ditemukan indikasi aliran dana yang digunakan untuk menyamarkan hasil kejahatan, maka pasal TPPU juga wajib diterapkan. Dengan begitu, aset hasil dugaan korupsi bisa lebih maksimal disita untuk negara,” paparnya.

Menurut Juendi, praktik pencucian uang kerap dilakukan untuk menyamarkan asal-usul dana hasil tindak pidana korupsi. Karena itu, penegakan hukum yang menyeluruh sangat penting agar kerugian negara bisa dipulihkan secara optimal.

“Bukan hanya menjerat pelaku, tapi juga mengembalikan kerugian negara. Kalau TPPU diterapkan, penyitaan aset bisa lebih luas, termasuk yang dialihkan ke pihak ketiga atau dibelikan barang-barang mewah,” tegas Juendi.

Juendi mengatakan, langkah penyitaan aset oleh Kejati patut diapresiasi, namun publik tetap menunggu keberanian Kejati dalam menetapkan tersangka. “Penyitaan aset itu langkah maju, tapi tanpa penetapan tersangka, kasus ini akan mandek. Penegakan hukum harus tuntas,” tegasnya.

Ia melanjutkan, pengusutan kasus PI juga menyangkut integritas aparat penegak hukum. Pasalnya, publik akan menilai sejauh mana keberanian Kejati Lampung menuntaskan kasus ini.

“Kasus PI 10 persen ini menyangkut uang rakyat, nilainya ratusan miliar rupiah. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan hanya karena aparat penegak hukum ragu-ragu menetapkan tersangka,” imbuhnya.

Menurut Juendi, tuntasnya pengusutan kasus ini akan menjadi momentum penting bagi Kejati Lampung dalam membuktikan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Publik menginginkan proses hukum yang transparan, akuntabel, dan bebas dari intervensi politik.

“Ini momentum penting bagi Kejati Lampung untuk menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Jangan biarkan publik menilai ada intervensi atau kompromi politik dalam kasus ini,” pungkas Juendi. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 15 September 2025 dengan judul "Pengamat: Kejati Jangan Hanya Buat Gaduh"

Editor Didik Tri Putra Jaya