Berdikari.co, Bandar Lampung - Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Lampung (Karantina Lampung) kembali menggagalkan pengiriman ratusan burung tanpa dilengkapi dokumen di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Jumat (12/9/2025) malam.
Kepala Karantina Lampung, Donni Muksydayan, mengatakan sebanyak 282 ekor burung liar, termasuk 18 ekor yang tergolong satwa dilindungi, diamankan dari sebuah kendaraan minibus yang hendak menyeberang dari Sumatera ke Pulau Jawa.
Burung-burung tersebut ditemukan saat petugas dari Karantina Lampung melakukan operasi pengawasan rutin di gerbang Pelabuhan Bakauheni bersama Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung, dan Jaringan Satwa Indonesia.
"Saat memeriksa sebuah kendaraan minibus berpelat nomor DK, petugas menemukan tujuh keranjang plastik berisi satwa liar yang tidak dilengkapi dokumen persyaratan karantina,” kata Donni Muksydayan, seperti dikutip dari kupastuntas.co, Minggu (14/9/2025).
"Saat diperiksa petugas, pemilik alat angkut tidak bisa menunjukkan dokumen persyaratannya, seperti sertifikat karantina, sertifikat veteriner dan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATS-DN)," lanjut Donni.
Donni menjelaskan, satwa yang diamankan terdiri atas berbagai jenis burung, dengan rincian burung Kipasan Belang 18 ekor, Jingjing Batu 15 ekor, Ciung Air 10 ekor, Madu Sriganti 68 ekor, Cipau 29 ekor, Cinenen Kelabu 130 ekor, Rambatan Paruh Merah 9 ekor, Sikatan Bodoh 1 ekor, dan Sepah Hutan 2 ekor.
"Satwa ini berasal dari Belitang, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, dan rencananya akan dibawa ke Jakarta Timur,” jelas Donni.
Donni mengungkapkan, penyelundupan satwa liar, terutama burung-burung endemik Indonesia, merupakan ancaman nyata terhadap kelestarian keanekaragaman hayati. Satwa-satwa ini memiliki peran penting dalam ekosistem, mulai dari penyebaran benih hingga pengendalian hama secara alami.
Menurut Donni, perdagangan satwa liar bukan hanya persoalan hukum, tapi juga persoalan moral, ekologi, dan keberlanjutan kehidupan.
Jika praktik tersebut terus dibiarkan, hal tersebut tidak hanya akan menyebabkan kehilangan spesies, tapi juga keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia.
"Selain mengancam populasi satwa liar, perdagangan ilegal tersebut juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular, baik kepada satwa lain maupun manusia. Tanpa pengawasan karantina, penyakit zoonosis bisa dengan mudah menyebar lintas wilayah,” jelasnya.
Donni menegaskan, pengiriman satwa tanpa izin merupakan pelanggaran hukum. Praktik ini telah melanggar sejumlah regulasi, diantaranya UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, serta UU No. 31 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Setiap lalu lintas satwa, baik antar daerah maupun antar pulau, wajib dilaporkan dan disertai dokumen sah. Ini penting demi mencegah risiko yang bisa membahayakan ekosistem dan masyarakat,” tegas Donni.
Ia melanjutkan, saat ini seluruh satwa telah dipindahkan ke instalasi karantina hewan milik Karantina Lampung dan ditangani sesuai prosedur oleh petugas karantina.
"Pengemudi kendaraan juga telah diperiksa untuk pendalaman kasus,” imbuhnya. (*)