Berdikari.co, Bandar Lampung - Wakil Ketua I DPRD Kota Bandar
Lampung, Sidik Efendi, menegaskan pihaknya siap mengikuti mekanisme yang
berlaku apabila dilakukan evaluasi terhadap tunjangan dewan.
“Kalau
di Bandar Lampung, tunjangan DPRD sudah diatur sesuai PP Nomor 18 Tahun 2017
dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Mekanismenya bukan keputusan
sepihak, melainkan hasil pembahasan bersama pemerintah daerah,” kata Sidik
Efendi, Rabu (10/9/2025).
Menurut
Sidik, evaluasi bukan hal yang tabu, selama dilakukan secara proporsional,
transparan, dan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.
“Pada
prinsipnya, kami di DPRD tidak ada masalah kalau memang perlu dilakukan
evaluasi. Yang paling penting adalah bagaimana anggaran daerah tetap berpihak
pada kepentingan masyarakat dan pembangunan Kota Bandar Lampung,” tegasnya.
Ia
menambahkan, dengan adanya dorongan evaluasi dari Mendagri, pemerintah daerah
bersama DPRD diharapkan dapat lebih terbuka menyesuaikan kebijakan tunjangan
dengan kondisi fiskal daerah serta aspirasi masyarakat.
Sebelumnya,
pengamat politik Universitas Lampung (Unila), Bendi Juantara, mengatakan
gelombang aksi unjuk rasa yang terjadi belakangan ini merupakan akumulasi dari
ketidakpuasan masyarakat terhadap wakil rakyat.
“Demonstrasi
serentak ini merupakan kulminasi gap yang kuat serta belum maksimalnya fungsi
representasi politik para wakil rakyat di lembaga kekuasaan. Rakyat melihat
para wakilnya tidak merasakan kondisi yang sama dengan kehidupan sehari-hari
masyarakat,” kata Bendi, Senin (1/9/2025).
Menurut
Bendi, DPRD sejatinya adalah arena pengabdian dan keberpihakan kepada
masyarakat. Karena itu, komunikasi intensif harus segera dibangun untuk
merumuskan peta jalan yang solutif dan sesuai dengan kebutuhan rakyat.
“Goals-nya
sederhana, segera bangun komunikasi dengan rakyat dan buat peta jalan yang
solutif. Jika belum bergerak ke arah sana, maka tuntutan rakyat akan tetap
hidup,” ujarnya.
Bendi
menambahkan, perlu dilakukan evaluasi kinerja serta tunjangan atau penghasilan
anggota DPRD jika para wakil rakyat belum menunjukkan pengabdian dan
keberpihakan kepada masyarakat. Ia menekankan, yang tak kalah penting adalah
sejauh mana kinerja wakil rakyat benar-benar menghasilkan manfaat nyata bagi
masyarakat.
“Tunjangan
dan penghasilan dewan hanya salah satu case saja. Kita ingin semua aspek yang
berkaitan dengan jabatan kekuasaan itu berfungsi, disesuaikan dengan capaian
output dan outcome yang dihasilkan sampai pada tujuan yang diharapkan rakyat,”
tegasnya.
Salah
satu tokoh masyarakat Lampung, Muhammad Thoha, juga menyatakan bahwa kinerja
anggota DPRD belum optimal, khususnya dalam menjalankan fungsi pengawasan.
“Sebagaimana
masyarakat Lampung, saya berpendapat bahwa kinerja DPRD belum optimal, terutama
dari fungsi pengawasan,” katanya.
Ia
menyarankan agar pendapatan anggota legislatif daerah disesuaikan dengan
besaran pendapatan asli daerah (PAD).
“Sebaiknya
disesuaikan dengan besaran PAD. Jika diukur dengan upah minimum regional (UMR),
kisaran antara 6–8 kali lipatnya,” pungkasnya. (*)