Berdikari.co, Metro – Pemerintah Kota (Pemkot) Metro resmi menetapkan 1.925 tenaga non-ASN sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Penetapan ini diumumkan melalui surat yang ditandatangani Pj. Sekretaris Daerah Kota Metro, Bayana, selaku Ketua Panitia Seleksi Calon ASN Tahun 2025, pada 9 September 2025.
Kebijakan ini langsung menjadi sorotan publik, khususnya di kalangan tenaga non-ASN yang selama ini menanti kejelasan status kerja. Meski menjadi angin segar, penetapan PPPK dengan status paruh waktu juga menimbulkan pertanyaan baru, terutama terkait jaminan kesejahteraan dan masa depan karier para pegawai tersebut.
Berdasarkan surat dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor: 13331/B-SI.01.01/SD/K/2025 tanggal 4 September 2025, alokasi kebutuhan PPPK paruh waktu di Kota Metro terdiri dari 60 tenaga guru, 189 tenaga kesehatan, dan 1.676 tenaga teknis.
Namun, istilah “paruh waktu” dalam skema ini menimbulkan kekhawatiran bahwa status tersebut tidak akan memberikan perlindungan yang setara dengan ASN penuh, baik dari segi penghasilan maupun jenjang karier.
Sebagian besar formasi tenaga teknis yang dibuka berada di level pelaksana, seperti operator layanan, pengelola umum operasional, dan penata layanan. Posisi-posisi ini dinilai lebih berfokus pada kebutuhan administratif dibanding peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dalam pengumuman tersebut, seluruh calon PPPK paruh waktu diwajibkan melakukan pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) melalui portal SSCASN-BKN pada 8–15 September 2025. Persyaratan dokumen mencakup pasfoto, ijazah, transkrip nilai, SKCK, surat sehat, serta surat pernyataan bermaterai.
Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah ketentuan bahwa peserta yang tidak mengunggah dokumen tepat waktu atau mengunggah dokumen yang tidak terbaca akan otomatis dinyatakan gugur. Aturan teknis seperti ini dianggap berpotensi merugikan tenaga non-ASN yang sudah lama mengabdi, namun terkendala urusan administrasi.
Pemkot Metro memberikan ruang bagi dua kategori tenaga non-ASN:
1. Mereka yang sudah mengikuti seleksi CPNS/PPPK 2024 tetapi belum lolos, dan masih aktif bekerja di lingkungan Pemkot.
2. Mereka yang sudah bekerja minimal dua tahun berturut-turut, meski tidak terdaftar dalam database BKN, selama pernah mengikuti seleksi tahun 2024.
Kendati demikian, sejumlah pihak tetap mengkritik pendekatan ini sebagai solusi jangka pendek.
“Status paruh waktu tetap menyisakan kerentanan. Pemerintah terkesan hanya mengganti label dari honorer menjadi PPPK tanpa memberi kepastian jangka panjang,” ujar Dr. (Cand) Ari Gusnita, pengamat kebijakan publik dari FISIP UDW Metro, Kamis (11/9/2025).
Ia juga menyoroti frasa “keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat” dalam pengumuman resmi. Menurutnya, pernyataan ini bisa menimbulkan persepsi negatif, apalagi di tengah maraknya isu nepotisme dan praktik titipan dalam proses rekrutmen pegawai daerah.
Sementara itu, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Metro menyatakan seluruh tahapan ini bebas dari pungutan biaya. Namun, kekhawatiran soal keberadaan calo dan potensi jual-beli kursi PPPK tetap menjadi catatan serius yang belum sepenuhnya hilang di banyak daerah.
Dari sisi fiskal, pengangkatan 1.925 PPPK paruh waktu tentu membawa konsekuensi terhadap keuangan daerah. Meski berstatus paruh waktu, hak gaji dan tunjangan tetap menjadi beban rutin dalam APBD. Hal ini menuntut Pemkot Metro untuk cermat dalam mengatur belanja pegawai agar tidak mengganggu alokasi untuk pembangunan dan layanan publik lainnya.
Bagi ribuan tenaga honorer, keputusan ini tetap membawa harapan baru atas pengakuan status mereka. Namun masyarakat berharap Pemkot Metro tidak berhenti di tahap ini, melainkan juga menyusun kebijakan jangka panjang yang berpihak pada perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja sektor publik.
Jika tidak, langkah ini bisa kembali menjadi solusi sementara yang hanya menambal masalah ketenagakerjaan non-ASN, yang telah berlangsung tanpa kejelasan selama dua dekade terakhir. (*)