Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 10 September 2025

PPUKI Desak Pabrik Patuh Harga Acuan Singkong, Siap Audiensi dengan Presiden

Oleh Siti Khoiriah

Berita
Ketua PPUKI Lampung, Dasrul Aswin. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung – Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung meminta seluruh pabrik pengolahan singkong di daerah patuh terhadap ketetapan harga acuan dari Kementerian Pertanian (Kementan). Harga acuan tersebut telah ditetapkan sebesar Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi (potongan kualitas) maksimal 15 persen.

Kebijakan ini tertuang dalam Surat Kementan Nomor B-2218/TP.220/C/09/2025, yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Supriadi Sastro, pada Selasa (9/9/2025).

Ketua PPUKI Lampung, Dasrul Aswin, menegaskan bahwa meskipun kebijakan ini sudah diumumkan sejak Januari dan ditegaskan kembali pada September, implementasinya di lapangan masih jauh dari harapan.

“Instruksi dari Menteri Pertanian sebenarnya hanya memperkuat arahan awal di Januari. Tapi faktanya, hingga saat ini masih banyak pabrik yang belum mematuhi ketentuan harga tersebut,” ujar Dasrul, Rabu (10/9/2025).

Ia berharap pemerintah daerah dapat segera turun tangan, khususnya dengan mengumpulkan perwakilan pabrik untuk melakukan sosialisasi harga acuan dan memastikan penerapan kebijakan tersebut.

“Kami ingin pemerintah daerah segera mengumpulkan para pengusaha pabrik singkong untuk menyosialisasikan dan memastikan implementasi harga Rp1.350/kg dan rafaksi maksimal 15 persen,” tegasnya.

PPUKI juga berencana menggelar audiensi dengan Presiden Prabowo Subianto pada 24 September 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Tani Nasional. Dalam pertemuan tersebut, PPUKI akan membawa sejumlah tuntutan penting demi menjamin kesejahteraan petani singkong di Indonesia.

Beberapa tuntutan yang akan disampaikan di antaranya:

* Penetapan harga singkong minimal Rp1.350/kg secara nasional, dengan rafaksi maksimal 15 persen.

* Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk tepung tapioka sebesar minimal Rp8.500/kg di tingkat pabrik.

Menurut Dasrul, penetapan HET untuk produk turunan seperti tepung tapioka akan memberikan dampak langsung terhadap stabilitas harga dan peningkatan pendapatan petani.

“Kalau HET tepung tapioka ditetapkan, maka harga singkong otomatis akan naik. Ini penting agar petani mendapatkan kepastian harga dan penghidupan yang lebih layak,” ujarnya.

PPUKI menilai bahwa sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri sangat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem agribisnis singkong yang sehat dan berkeadilan. Jika harga acuan dan rafaksi bisa diterapkan secara konsisten, maka petani akan lebih sejahtera dan keberlanjutan produksi ubi kayu pun terjamin.

“Kami tidak menuntut muluk-muluk, hanya ingin agar kebijakan yang sudah ditetapkan dijalankan dengan konsisten oleh semua pihak, khususnya industri pengolahan,” tutup Dasrul. (*)


Editor Sigit Pamungkas