Berdikari.co,
Bandar Lampung - Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
(LHKPN) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gubernur Lampung
periode 2019–2024, Arinal Djunaidi, tercatat memiliki kekayaan senilai
Rp28.644.521.396.
Terakhir,
Arinal melaporkan LHKPN pada 25 Maret 2024 untuk periodik tahun 2023. Harta
kekayaan tersebut berupa 15 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Lampung,
Sleman, Bogor, hingga Tangerang dengan total nilai Rp9.669.045.000.
Rinciannya,
tanah seluas 256 m² di Bandar Lampung hasil sendiri senilai Rp41.040.000; tanah
dan bangunan seluas 242 m²/180 m² di Bogor hasil sendiri Rp955.000.000; tanah
dan bangunan seluas 882 m²/225 m² di Bandar Lampung hasil sendiri
Rp2.485.980.000; tanah dan bangunan seluas 240 m²/233 m² di Tangerang hasil
sendiri Rp2.852.000.000; serta tanah dan bangunan seluas 129 m²/60 m² di Sleman
hasil sendiri Rp742.600.000.
Selanjutnya,
tanah seluas 35.446 m² di Lampung Tengah hasil sendiri Rp443.075.000; tanah
seluas 17.010 m² di Pesawaran hasil sendiri Rp238.000.000; tanah seluas 800 m²
di Lampung Selatan hasil sendiri Rp160.000.000; tanah seluas 14.641 m² di
Bandar Lampung hasil sendiri Rp270.000.000; serta tanah seluas 148 m² di Bandar
Lampung hasil sendiri Rp162.800.000.
Kemudian,
tanah seluas 147 m² di Bandar Lampung hasil sendiri Rp162.800.000; tanah seluas
1.090 m² di Pesisir Barat hasil sendiri Rp185.000.000; tanah seluas 495 m² di
Pesisir Barat hasil sendiri Rp123.750.000; tanah seluas 2.960 m² di Lampung
Selatan hasil sendiri Rp222.000.000; serta tanah seluas 580 m² di Bandar
Lampung hasil sendiri Rp625.000.000.
Selain
itu, Arinal memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp494.627.000.
Rinciannya, mobil Toyota Minibus tahun 2008 hasil sendiri Rp159.627.000, mobil
Toyota Camry tahun 2013 hasil sendiri Rp225.000.000, dan mobil Honda BR-V tahun
2016 hasil sendiri Rp110.000.000.
Arinal
juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp320.186.200, serta kas
dan setara kas Rp18.160.663.196.
Sementara
itu, pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara,
mengatakan penyitaan aset senilai Rp38,5 miliar milik Arinal Djunaidi oleh
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung bisa menjadi pintu masuk penetapan Arinal
sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana PI 10 persen di PT Lampung
Energi Berjaya (LEB).
Menurut
Benny, penyitaan aset sah secara hukum meskipun status Arinal masih sebagai
saksi. Langkah kejaksaan tersebut dapat dipandang sebagai strategi asset
recovery dan pencegahan agar aset yang diduga terkait perkara tidak dialihkan.
“KUHAP
maupun UU Tipikor memungkinkan penyidik melakukan penyitaan tanpa harus
menunggu seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Jadi langkah ini memang
dibenarkan,” kata Benny, Minggu (7/9/2025).
Ia
menambahkan, penyitaan aset milik saksi biasanya menjadi sinyal adanya bukti
permulaan yang kuat terkait dugaan keterlibatan dalam perkara.
“Kalau
nilai penyitaan mencapai puluhan miliar rupiah, apalagi dikaitkan dengan PI 10
persen PT LEB yang jelas merugikan daerah, tentu ada indikasi awal yang
dimiliki penyidik. Tinggal bagaimana mereka mengaitkan aset tersebut dengan
kerugian negara,” ujarnya.
Menurut
Benny, peningkatan status dari saksi menjadi tersangka mensyaratkan minimal dua
alat bukti sah sesuai Pasal 184 KUHAP dan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. Alat
bukti itu dapat berupa keterangan saksi, dokumen, hasil audit BPK atau BPKP,
keterangan ahli, hingga petunjuk yang menguatkan adanya tindak pidana.
“Penyidik
harus bisa membuktikan hubungan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian
negara. Kalau itu terpenuhi, penetapan tersangka tinggal menunggu waktu,”
jelasnya.
Benny
mencontohkan, dalam kasus-kasus besar seperti BLBI dan Asabri, praktik
penyitaan lebih dulu sebelum penetapan tersangka juga dilakukan. Tujuannya agar
aset yang diduga hasil kejahatan tidak berpindah tangan.
“Kalau
melihat konstruksi kasus dana PI 10 persen PT LEB, pemeriksaan maraton terhadap
Arinal hingga belasan jam, dan nilai aset yang disita sangat besar, maka
peluang penetapan tersangka terbuka lebar. Status saksi saat ini lebih tepat
dipandang sebagai fase transisi sebelum tersangka,” tandasnya. (*)