Berdikari.co, Bandar Lampung - Koordinator Masyarakat
Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyebut peluang mantan Gubernur
Lampung, Arinal Djunaidi, menjadi tersangka cukup besar dalam kasus korupsi
pengelolaan dana Participating
Interest (PI) 10 persen dari PT PHE OSES untuk Wilayah Kerja
Offshore South East Sumatera yang diberikan ke PT Lampung Energi Berjaya (LEB)
senilai US$17.286.000 atau sekitar Rp271.799.878.200 (kurs Rp15.723).
Boyamin
mengatakan, seharusnya dalam waktu satu tahun penyidikan kasus dugaan korupsi
pengelolaan dana PI tersebut bisa selesai.
“Suatu perkara korupsi itu semestinya dalam waktu satu tahun
sudah kelar. Seharusnya setahun sudah bisa disidangkan di pengadilan dan
mendapatkan vonis,” kata Boyamin, Minggu (7/9/2025).
Ia
menjelaskan, dalam kasus korupsi dengan ancaman hukuman di atas sembilan tahun,
proses hukum biasanya terbagi tiga bulan untuk penyidikan, tiga bulan
penuntutan, dan tiga bulan persidangan. “Apalagi ini sudah menyita uang,
berarti kerugian negara sudah jelas. Dana PI seharusnya masuk APBD, bukan
diputar di BUMD apalagi mengalir ke pihak perseorangan,” tegasnya.
Boyamin
menegaskan, dana PI merupakan pendapatan asli daerah yang wajib masuk APBD.
Penyidikan seharusnya bisa lebih cepat karena unsur kerugian negara sudah
nyata. Ia berharap penggeledahan rumah Arinal beberapa waktu lalu bisa
mempercepat proses hukum.
“Soal penggeledahan rumah mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, dan bahkan
diduga ada penyitaan harta, potensi jadi tersangka besar. Misalnya, menyita
dokumen itu sudah 50 persen indikasi tersangka. Kalau menyita uang puluhan
miliar, potensi jadi tersangka 80 persen,” ujarnya.
Namun,
ia menekankan proses hukum tetap mengacu asas praduga tidak bersalah. Jika
bukti cukup, Kejati Lampung harus berani menetapkan Arinal sebagai tersangka.
“Kalau sampai tidak dijadikan tersangka padahal bukti cukup, saya siap gugat
praperadilan,” tegas Boyamin.
Lampung Corruption Watch (LCW) juga mendesak Kejati Lampung segera menetapkan tersangka
dalam kasus yang diduga melibatkan Arinal Djunaidi. Ketua LCW, Juendi Leksa
Utama, menyebut publik memberi perhatian besar pada perkara bernilai ratusan
miliar tersebut.
“Kalau
Kejati sudah memiliki bukti yang cukup, segera tetapkan tersangka. Kepastian
hukum ini penting, baik untuk masyarakat maupun pihak-pihak yang sudah
diperiksa,” ujar Juendi, Minggu (7/9/2025).
Ia
menilai lambatnya proses berpotensi menimbulkan spekulasi liar. Karena itu,
Kejati harus menunjukkan keberanian mengungkap aktor utama. “Jangan sampai
publik menilai ada tarik ulur. Kalau bukti cukup, segera tetapkan tersangka,”
katanya.
Juendi
juga menekankan pentingnya penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
selain pasal korupsi. “Jika ada indikasi penyamaran asal-usul dana, TPPU wajib
diterapkan agar aset hasil dugaan korupsi bisa maksimal disita untuk negara,”
tegasnya.
Menurutnya,
penyitaan aset Arinal memang langkah maju, tetapi publik menunggu keberanian
Kejati menetapkan tersangka. “Kasus PI ini menyangkut uang rakyat ratusan
miliar. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena ragu-ragu,”
tambahnya.
Sebelumnya, Kejati Lampung telah menggeledah
rumah Arinal Djunaidi di Jalan Sultan Agung, Sepang Jaya, Kedaton, Bandar
Lampung, Rabu (3/9/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita aset
senilai Rp38.588.545.675.
Aspidsus
Kejati Lampung, Armen Wijaya, merinci barang bukti yang disita antara lain
tujuh unit mobil, 645 gram logam mulia, uang tunai rupiah dan asing, deposito,
serta 29 sertifikat tanah dan bangunan. “Penyitaan ini bagian dari upaya
penyelamatan kerugian negara,” ujarnya.
Hingga
kini, Kejati Lampung telah memeriksa 40 saksi. Arinal sendiri menjalani
pemeriksaan 14 jam pada Kamis (4/9/2025), terkait penempatan dana PI senilai
Rp190 miliar di Bank Lampung menjelang akhir masa jabatannya. Arinal berdalih
dana itu ditempatkan agar bisa dimanfaatkan BUMD sebagai modal usaha tanpa
menunggu APBD. (*)