Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 08 September 2025

MAKI dan LCW Desak Kejati Segera Tetapkan Tersangka

Oleh ADMIN

Berita
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyebut peluang mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, menjadi tersangka cukup besar dalam kasus korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen dari PT PHE OSES untuk Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera yang diberikan ke PT Lampung Energi Berjaya (LEB) senilai US$17.286.000 atau sekitar Rp271.799.878.200 (kurs Rp15.723).

Boyamin mengatakan, seharusnya dalam waktu satu tahun penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PI tersebut bisa selesai.

“Suatu perkara korupsi itu semestinya dalam waktu satu tahun sudah kelar. Seharusnya setahun sudah bisa disidangkan di pengadilan dan mendapatkan vonis,” kata Boyamin, Minggu (7/9/2025).

Ia menjelaskan, dalam kasus korupsi dengan ancaman hukuman di atas sembilan tahun, proses hukum biasanya terbagi tiga bulan untuk penyidikan, tiga bulan penuntutan, dan tiga bulan persidangan. “Apalagi ini sudah menyita uang, berarti kerugian negara sudah jelas. Dana PI seharusnya masuk APBD, bukan diputar di BUMD apalagi mengalir ke pihak perseorangan,” tegasnya.

Boyamin menegaskan, dana PI merupakan pendapatan asli daerah yang wajib masuk APBD. Penyidikan seharusnya bisa lebih cepat karena unsur kerugian negara sudah nyata. Ia berharap penggeledahan rumah Arinal beberapa waktu lalu bisa mempercepat proses hukum.
“Soal penggeledahan rumah mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, dan bahkan diduga ada penyitaan harta, potensi jadi tersangka besar. Misalnya, menyita dokumen itu sudah 50 persen indikasi tersangka. Kalau menyita uang puluhan miliar, potensi jadi tersangka 80 persen,” ujarnya.

Namun, ia menekankan proses hukum tetap mengacu asas praduga tidak bersalah. Jika bukti cukup, Kejati Lampung harus berani menetapkan Arinal sebagai tersangka. “Kalau sampai tidak dijadikan tersangka padahal bukti cukup, saya siap gugat praperadilan,” tegas Boyamin.

Lampung Corruption Watch (LCW) juga mendesak Kejati Lampung segera menetapkan tersangka dalam kasus yang diduga melibatkan Arinal Djunaidi. Ketua LCW, Juendi Leksa Utama, menyebut publik memberi perhatian besar pada perkara bernilai ratusan miliar tersebut.

“Kalau Kejati sudah memiliki bukti yang cukup, segera tetapkan tersangka. Kepastian hukum ini penting, baik untuk masyarakat maupun pihak-pihak yang sudah diperiksa,” ujar Juendi, Minggu (7/9/2025).

Ia menilai lambatnya proses berpotensi menimbulkan spekulasi liar. Karena itu, Kejati harus menunjukkan keberanian mengungkap aktor utama. “Jangan sampai publik menilai ada tarik ulur. Kalau bukti cukup, segera tetapkan tersangka,” katanya.

Juendi juga menekankan pentingnya penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selain pasal korupsi. “Jika ada indikasi penyamaran asal-usul dana, TPPU wajib diterapkan agar aset hasil dugaan korupsi bisa maksimal disita untuk negara,” tegasnya.

Menurutnya, penyitaan aset Arinal memang langkah maju, tetapi publik menunggu keberanian Kejati menetapkan tersangka. “Kasus PI ini menyangkut uang rakyat ratusan miliar. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena ragu-ragu,” tambahnya.

Sebelumnya, Kejati Lampung telah menggeledah rumah Arinal Djunaidi di Jalan Sultan Agung, Sepang Jaya, Kedaton, Bandar Lampung, Rabu (3/9/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita aset senilaRp38.588.545.675.

Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, merinci barang bukti yang disita antara lain tujuh unit mobil, 645 gram logam mulia, uang tunai rupiah dan asing, deposito, serta 29 sertifikat tanah dan bangunan. “Penyitaan ini bagian dari upaya penyelamatan kerugian negara,” ujarnya.

Hingga kini, Kejati Lampung telah memeriksa 40 saksi. Arinal sendiri menjalani pemeriksaan 14 jam pada Kamis (4/9/2025), terkait penempatan dana PI senilai Rp190 miliar di Bank Lampung menjelang akhir masa jabatannya. Arinal berdalih dana itu ditempatkan agar bisa dimanfaatkan BUMD sebagai modal usaha tanpa menunggu APBD. (*)

Editor Sigit Pamungkas