Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Minggu, 07 September 2025

Pakar Hukum: Penyitaan Aset Arinal Djunaidi Bisa Jadi Sinyal Kuat Menuju Status Tersangka

Oleh Yudi Pratama

Berita
Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung – Penyitaan aset senilai Rp38,5 miliar milik mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dalam kasus dugaan korupsi Participating Interest (PI) 10 persen di wilayah kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES), dinilai sah secara hukum meski Arinal masih berstatus sebagai saksi.

Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menilai langkah kejaksaan merupakan bagian dari strategi asset recovery sekaligus upaya pencegahan agar aset yang diduga terkait perkara tidak dialihkan.

“KUHAP dan UU Tipikor memungkinkan penyidik melakukan penyitaan bahkan sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Jadi langkah ini secara hukum dibenarkan,” ujar Benny, Minggu (7/9/2025).

Menurut Benny, penyitaan terhadap saksi umumnya mengindikasikan adanya bukti permulaan yang cukup kuat terkait dugaan keterlibatan dalam tindak pidana korupsi.

“Apalagi jika nilai aset yang disita mencapai puluhan miliar rupiah dan terkait dengan PI 10 persen PT LEB yang merugikan daerah. Ini menunjukkan bahwa penyidik sudah memiliki indikasi awal yang signifikan,” jelasnya.

Benny juga menjelaskan bahwa peningkatan status dari saksi menjadi tersangka membutuhkan minimal dua alat bukti sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014.

Alat bukti tersebut bisa berupa keterangan saksi, dokumen, hasil audit BPK atau BPKP, keterangan ahli, serta petunjuk yang menguatkan adanya tindak pidana.

“Yang penting adalah hubungan kausalitas antara tindakan yang dilakukan dengan kerugian negara. Jika itu dapat dibuktikan, maka penetapan tersangka tinggal menunggu waktu,” tambahnya.

Ia mencontohkan sejumlah kasus besar seperti skandal BLBI dan Asabri, di mana penyitaan aset dilakukan lebih dulu untuk mencegah alih kepemilikan aset yang diduga hasil tindak pidana.

“Dalam konteks kasus PI 10 persen PT LEB, pemeriksaan intensif terhadap Arinal hingga belasan jam, nilai aset yang disita sangat besar, dan pola penyitaan yang dilakukan, bisa menjadi indikasi kuat bahwa status saksi ini hanya fase transisi sebelum menjadi tersangka,” tandas Benny.

Sebelumnya, Kejati Lampung telah melakukan penggeledahan di rumah pribadi Arinal Djunaidi di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Segala Jaya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, pada Rabu (3/9/2025).

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menjelaskan bahwa dari penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita aset senilai total Rp38.588.545.675 (sekitar Rp38,58 miliar).

“Barang bukti yang disita meliputi tujuh unit mobil, 645 gram logam mulia, uang tunai dalam rupiah dan mata uang asing, deposito di berbagai bank, serta 29 sertifikat tanah dan bangunan,” ujar Armen dalam konferensi pers di Gedung Kejati Lampung, Kamis malam (4/9/2025).

Rincian aset yang disita meliputi:

* 7 unit kendaraan roda empat senilai Rp3.500.000.000

* Logam mulia seberat 645 gram senilai Rp1.291.920.000

* Uang tunai (rupiah dan valuta asing) sebesar Rp1.356.131.000

* Deposito di beberapa bank senilai Rp4.400.742.575

* 29 sertifikat tanah dan bangunan senilai Rp28.040.040.000

Penyidikan atas dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest ini masih terus berlanjut. Kejati Lampung belum mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus ini. (*)


Editor Sigit Pamungkas