Berdikari.co, Lampung Timur - Ratusan warga dari berbagai daerah di Sumatera berkumpul dalam kegiatan Temu Rakyat Sumatera yang diselenggarakan di Balai Desa Sripendowo, Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur, pada Sabtu (6/9/2025).
Acara ini mengusung tema 'Bangun Persatuan Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Ruang Hidup' dan melibatkan sekitar 300 peserta dari Aceh, Jambi, Riau, Lampung, hingga Sumatera Selatan.
Kegiatan tersebut menjadi ruang pertemuan bagi masyarakat untuk berbagi persoalan, khususnya terkait konflik agraria, lingkungan, dan perampasan ruang hidup yang masih marak terjadi di wilayah Sumatera.
Panitia penyelenggara memberikan kesempatan kepada setiap peserta untuk berdiskusi berdasarkan isu yang dihadapi. Hasil dari forum-forum diskusi tersebut akan dirumuskan dan dibawa ke tingkat nasional.
Terdapat enam isu utama yang menjadi fokus diskusi, yaitu :
- Tambang
- Infrastruktur dan proyek strategis nasional
- Pesisir dan pulau-pulau kecil
- Kawasan hutan
- Perkebunan
- Energi
Para peserta diberi kebebasan memilih ruang diskusi sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal mereka. Dari masing-masing forum, diharapkan lahir rekomendasi yang menjadi pijakan perjuangan bersama.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, hadir langsung dalam forum tersebut. Ia menegaskan bahwa YLBHI memberi perhatian besar terhadap konflik agraria dan persoalan hukum yang menimpa masyarakat di Sumatera.
Menurut Isnur, konflik agraria yang terus berulang terjadi disebabkan oleh kemunduran hukum di Indonesia. Negara dianggap absen dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang menimpa rakyat kecil.
"Absennya pemerintah dalam penyelesaian masalah ini merupakan penghambat utama dalam meredakan konflik,” ujarnya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
Ia menambahkan, YLBHI berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat agar terbebas dari jeratan konflik lahan yang kerap membuat mereka terpinggirkan.
Isnur juga menekankan bahwa hak masyarakat penggarap lahan harus dijamin, karena mereka adalah pihak yang paling menjaga kelestarian tanah tersebut.
"Lahan bukan sekadar tanah, tetapi sumber penghidupan. Dari situ masyarakat menggantungkan hidup dan menghidupi keluarga,” jelasnya.
Senada dengan itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi, turut menyampaikan pandangannya.
Menurutnya, WALHI akan terus mendampingi masyarakat dalam mempertahankan ruang hidup yang kerap dirampas oleh pihak-pihak berkepentingan.
Zenzi menyebut, forum di Desa Sripendowo menjadi ajang penting untuk saling bertukar pengalaman dan memperkuat solidaritas antarwarga yang mengalami nasib serupa.
"Lewat forum ini, diharapkan lahir solusi bersama. Masyarakat bisa saling mengetahui persoalan satu sama lain dan merumuskan jalan keluar,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa forum rakyat ini digelar karena adanya rasa senasib yang dirasakan masyarakat di berbagai wilayah Sumatera.
WALHI, lanjut Zenzi, berkomitmen untuk terus membersamai rakyat dalam upaya penyelesaian konflik agraria, agar mereka dapat menikmati hak atas lahan secara aman dan berkelanjutan.
Suasana diskusi di Balai Desa Sripendowo berlangsung dinamis. Para peserta aktif berbagi pengalaman terkait konflik lahan, ancaman tambang, hingga dampak proyek strategis nasional.
Banyak peserta menyoroti lemahnya perlindungan hukum dari pemerintah, yang membuat rakyat kerap kalah saat berhadapan dengan korporasi besar.
Contohnya, dalam forum tambang, warga dari Sumatera Selatan menceritakan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang batu bara.
Sementara di forum perkebunan, warga Lampung Timur mengungkap konflik berkepanjangan dengan perusahaan kelapa sawit. Di forum pesisir, nelayan dari Aceh dan Riau mengungkap keresahan akibat reklamasi yang mengancam ruang hidup mereka.
Seluruh permasalahan yang diangkat dalam forum akan disusun menjadi rekomendasi bersama. Panitia memastikan bahwa hasil diskusi tidak berhenti di Desa Sripendowo, melainkan akan dibawa ke tingkat pusat untuk diperjuangkan lebih lanjut.
Dengan adanya Temu Rakyat Sumatera ini, diharapkan lahir gerakan persatuan masyarakat dalam melawan perampasan ruang hidup yang masih terus berlangsung. (*)