Berdikari.co, Tanggamus – Derasnya arus air bercampur batu dan lumpur kini
mengalir di atas sisa-sisa aspal yang sudah tergerus. Jalan Provinsi Lampung di
wilayah Pekon Susuk dan Negeri Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, berubah total
menjadi aliran seperti sungai. Mobilitas warga lumpuh, ekonomi tersendat, dan
sektor pariwisata pun terpuruk.
Pemandangan memprihatinkan ini terjadi di ruas jalan penghubung Dusun
Pegadungan hingga Dusun Batusuluh, jalur utama yang menghubungkan Kecamatan
Kelumbayan dengan pusat pemerintahan dan objek wisata populer seperti Teluk
Kiluan dan Pantai Gigi Hiu.
Rekaman video yang diunggah oleh warga bernama Antoni Fathan dan Riza
Syahroni memperlihatkan kondisi ekstrem tersebut. Dalam video berdurasi belasan
detik itu, tampak sepeda motor oleng menembus derasnya arus, sementara pejalan
kaki basah kuyup berusaha melintasi genangan.
“Bukan lagi bentuk jalan, sudah jadi jalan air,” tulis salah satu
pengunggah di media sosial.
Warga setempat menyebut, kerusakan jalan bukan hanya soal estetika,
melainkan menyangkut keselamatan dan kelangsungan hidup sehari-hari.
“Kalau sudah hujan, susah keluar kampung. Apalagi kalau bawa hasil bumi
seperti kopi dan cengkeh. Jalan licin, motor sering mogok,” kata Sahrul, warga
Negeri Kelumbayan.
Anak-anak sekolah pun kerap menjadi korban. “Mereka sering basah kuyup,
bahkan ada yang sampai jatuh dan menangis karena takut melintasi jalan yang
seperti sungai,” ujar Nuraini, seorang ibu rumah tangga.
Kondisi ini turut memukul para petani dan pedagang. “Warga dari luar desa
enggan datang. Mereka takut kendaraannya rusak. Akibatnya, harga hasil bumi
kami turun karena tidak bisa dibawa keluar,” tutur Rizal, petani kopi.
Akses yang rusak berat juga menghantam sektor pariwisata unggulan
Tanggamus. Teluk Kiluan, Pantai Gigi Hiu, dan Pantai Napal kini sepi
pengunjung. Wisatawan enggan datang karena jalur menuju destinasi rusak parah.
“Kalau jalan ini dibenahi, pariwisata pasti berkembang. Tapi kalau
dibiarkan, justru membuat ekonomi masyarakat makin terpuruk,” tegas Wayan,
tokoh masyarakat Kelumbayan.
Sejarah mencatat, ruas Simpang Kiluan–Umbar–Putih Doh mulai dibangun sejak
1997 untuk mendukung arus barang dan wisata ke pesisir barat Lampung.
Namun sejak 2018, kerusakan mulai terlihat. Longsor kecil di Dusun
Pegadungan memperparah kondisi, sementara penanganan sebatas penimbunan batu
seadanya. Rehabilitasi sempat dilakukan Pemprov Lampung pada 2021–2024 dengan
berbagai panjang pengerjaan, dari 0,86 km hingga 4,43 km per tahun melalui
APBD.
Tahun 2024, ruas pantai Pesawaran–Kelumbayan sempat ditetapkan sebagai
prioritas perbaikan. Bahkan Pj Gubernur Lampung Samsuddin dan Pj Bupati
Tanggamus Mulyadi Irsan meninjau langsung pembangunan 80 km jalan dari
Kotaagung Timur ke Kiluan.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Hingga Agustus 2025, ruas
Kiluan–Umbar dan Umbar–Putih Doh justru semakin memburuk. Minimnya sistem
drainase dan metode tambal-sulam dinilai sebagai penyebab utama kegagalan
perbaikan.
Warga mengaku telah berkali-kali melaporkan kondisi tersebut, namun belum
ada penanganan berarti. Mereka mendesak pemerintah segera bertindak sebelum
jatuh korban jiwa.
“Jangan tunggu ada korban. Perbaiki sekarang. Bagi kami, kemerdekaan itu
sederhana: bisa keluar kampung tanpa harus bertaruh nyawa,” pungkas Sahrul. (*)