Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung,
Syukron Mukhtar, mengatakan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) perlu memberikan
surat edaran kepada pengusaha untuk segera mengikutsertakan karyawannya dalam
BPJS Ketenagakerjaan karena ini penting.
"Kita khawatir para pekerja kita ini bisa saja mendapatkan musibah
yang tidak diinginkan atau sakit, yang kita belum tentu tahu kondisi
keuangannya sedang baik atau tidak. BPJS Ketenagakerjaan ini bisa meringankan
di kemudian hari," kata Syukron, Rabu (13/8/2025).
"Saya rasa Dinas Tenaga Kerja perlu digenjot supaya para pekerjanya
bisa masuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Bagi para pengusaha harus
mengikutsertakan para pekerjanya," lanjutnya.
Ia mengatakan, DPRD Lampung akan mempelajari terlebih dahulu mengapa masih
banyak perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan.
"Dalam waktu dekat kita akan ada RDP dengan Disnaker, kita akan
konfirmasi ulang kenapa partisipasi BPJS Ketenagakerjaan ini baru sekitar 24
persen begitu," tegasnya.
"Untuk sanksi adalah langkah jauh, perlu langkah berupa surat edaran
dahulu. Kalau ada perusahaan yang abai instruksi pemerintah, perlu diberikan
teguran keras, baru kemudian sanksi," ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan,
Ombudsman memberikan sejumlah catatan terkait pelayanan publik di bidang
ketenagakerjaan dan jaminan sosial. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan menjadi
salah satu perhatian Ombudsman.
"Kepesertaan BPJS baik kesehatan maupun ketenagakerjaan terus menjadi
perhatian karena jumlahnya belum mencapai target. Beberapa faktor yang
mempengaruhi adalah kemampuan masyarakat untuk membayar iuran. Hal ini perlu
dilakukan upaya mencari jalan keluar dari pemerintah," kata Robert,
baru-baru ini.
Ia mengatakan, data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2024 lalu
baru mencapai 61,56 juta peserta atau 41,2% dari 149,38 juta pekerja.
Robert menjelaskan, pekerja informal terkendala dalam membayar iuran
lantaran tidak terikat dengan pemberi upah. Dari sisi kebijakan, minimnya
dukungan di tingkat daerah juga menjadi salah satu penyebab.
"Untuk itu Ombudsman telah memberikan saran perbaikan agar BPJS
Ketenagakerjaan menyusun skema fleksibilitas pendaftaran dan pembayaran
iuran bagi peserta, menyusun pedoman teknis guna memastikan kelayakan peserta,
menjamin ketersediaan SDM maupun sarana dan prasarana di daerah berakses-sulit,
serta memaksimalkan kerja sama dalam hal edukasi BPJS Ketenagakerjaan,"
terang Robert.
Tak hanya itu, Ombudsman juga memberikan catatan terkait perlindungan
Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ombudsman menyoroti penguatan peran pemerintah
dalam pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan selama
bekerja bagi Pekerja Migran Indonesia untuk memastikan ketepatan penempatan
pekerja, fasilitas kesehatan yang dapat diakses pekerja, hingga jaminan
kepulangan pekerja.
Ombudsman akan melakukan pengawasan terhadap perlindungan PMI dengan
melakukan investigasi dan membuat posko pengaduan PMI.
Sepanjang tahun 2024, Ombudsman menerima 164 pengaduan yang 121 di
antaranya telah dinyatakan selesai dan 43 laporan masyarakat masih dalam proses
penyelesaian.
Sedangkan substansi yang paling banyak dilaporkan adalah pelayanan publik bidang kepegawaian (76,3%), perlindungan sosial (12,2%), ketenagakerjaan (8,8%) dan kesehatan (2,7%). (*)