Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Vincensius Soma Ferrer, mengingatkan agar seleksi direksi dua BUMD, yakni PT LJU dan PT WR, tidak boleh dianggap sebagai formalitas pengisian jabatan administratif semata.
Vincensius mengatakan bahwa orang-orang yang dipilih untuk menduduki kursi direksi kedua BUMD harus memiliki kompetensi teknis, integritas tinggi, rekam jejak keberhasilan, serta pemahaman mendalam mengenai fungsi BUMD sebagai public service enterprise.
"Penempatan orang yang tepat pada posisi direksi BUMD akan memperkuat tata kelola yang bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik serta nilai ekonomi daerah,” katanya, Jumat (1/8/2025).
Ia juga mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung agar seleksi dilakukan dengan mengedepankan prinsip meritokrasi yang konsisten, transparan, dan bebas intervensi politik di setiap tahapannya.
Terkait kemungkinan diangkat kembalinya direksi lama, ia menilai perlu ada evaluasi kinerja yang objektif dan bebas dari kepentingan politik.
"Kalau selama periode sebelumnya, direksi tidak berhasil meningkatkan nilai ekonomi perusahaan, tidak memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan asli daerah (PAD), atau gagal menjalankan tata kelola yang baik, maka tidak ada alasan untuk diangkat kembali,” tegasnya.
Menurutnya, mempertahankan kepemimpinan yang stagnan justru akan memperburuk citra publik terhadap BUMD sebagai ladang kepentingan politik, bukan sebagai lembaga bisnis profesional.
"Untuk menjamin proses seleksi yang kredibel, saya merekomendasikan agar Pemprov membentuk panitia seleksi independen yang melibatkan unsur profesional dan akademisi,” ungkapnya.
Proses seleksi juga harus terbuka agar publik dapat mengawal dan ikut berpartisipasi aktif dalam pengawasan.
"Ini bukan hanya soal jabatan, tapi soal masa depan pelayanan publik dan ekonomi daerah,” imbuhnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Central Urban and Regional Studies (CURS) Lampung, Erwin Oktavianto, mengatakan secara prinsip pendirian BUMD merupakan strategi yang sah dan strategis bagi daerah.
Namun, ia menekankan pentingnya kehati-hatian mengingat besarnya anggaran yang dikucurkan.
"Tanpa perencanaan bisnis yang matang, tata kelola yang baik, dan pengelolaan yang profesional, penyertaan modal ini berisiko menjadi beban fiskal bagi pemerintah daerah,” kata Erwin.
Erwin menjabarkan, sektor-sektor strategis seperti pariwisata, energi, pangan, dan jasa keuangan daerah memang memiliki potensi keuntungan yang besar.
"Kita juga mengingatkan risiko kegagalan seperti yang terjadi pada PT Lampung Jasa Utama (LJU), yang beberapa waktu lalu hampir mengalami kolaps akibat lemahnya tata kelola dan intervensi politik dalam manajemen,” jelasnya.
Ia menyarankan agar BUMD yang menerima subsidi APBD benar-benar memperhatikan sejumlah aspek krusial, antara lain studi kelayakan bisnis yang realistis dan komprehensif, seleksi pimpinan yang profesional dan bebas kepentingan politik, penerapan performance-based management, dan audit keuangan tahunan oleh auditor independen sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
"Penetapan target tahunan seperti kapan perusahaan mulai menghasilkan laba, besaran return on investment (ROI), hingga jadwal dividen bagi daerah juga penting. Dan perlu diterapkan sanksi tegas bagi direksi jika target tidak tercapai,” ujar Erwin.
Lebih jauh, ia juga menyinggung pentingnya BUMD membuka diri terhadap kerja sama dengan sektor swasta.
Selama ini, kata dia, sejumlah BUMD terjebak pada sikap eksklusif dan merasa memiliki kekuasaan penuh, sehingga enggan berkolaborasi dengan pihak lain.
"Kolaborasi dengan investor swasta penting untuk memperkuat modal kerja dan efisiensi. Jangan sampai BUMD jadi menara gading yang terus-menerus disuntik APBD tanpa kontribusi nyata,” tegasnya. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 04 Agustus 2025 dengan judul "Vincensius: Bentuk Panitia Seleksi Independen”