Berdikari.co, Bandar Lampung - Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Kejaksaan Agung menyita dan mengambil alih 49.822 hektar lahan ilegal di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Lahan yang disita berada di wilayah Pekon (Desa) Tembelang, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat. Penyitaan berlangsung pada Jumat (1/8/2025).
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung, Mariando Kurniawan, mengatakan penertiban lahan ilegal tersebut sejalan dengan arah kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, yang sejak awal memberikan perhatian serius terhadap kerusakan di kawasan TNBBS.
Mariando mengatakan, Gubernur Mirzani telah menyatakan komitmen untuk menyeimbangkan penegakan hukum dengan pendekatan humanis kepada masyarakat.
"Gubernur Lampung telah menegaskan bahwa penyelamatan hutan konservasi seperti TNBBS adalah prioritas. Dan kami mendukung penuh langkah hukum yang dilakukan Satgas PKH Kejagung RI," kata Mariando saat ditemui di SMAN 2 Bandar Lampung, Minggu (2/8/2025).
Menurut Mariando, yang tak kalah penting adalah bahwa penertiban harus dilakukan dengan menjamin transparansi, rehabilitasi kawasan, serta perlindungan bagi masyarakat lokal yang tidak terlibat dalam penguasaan ilegal.
"Pemprov Lampung juga mengapresiasi laporan, advokasi, dan keberanian masyarakat sipil yang turut mendorong pengungkapan kasus ini ke ranah hukum," tegasnya.
Pemprov Lampung juga mendorong agar proses penyidikan tidak berhenti pada penyitaan semata, tetapi juga menjerat aktor intelektual dan pihak yang menyalahgunakan kewenangan.
"Kami mendukung agar proses ini terus dikawal hingga tuntas, dan semua pihak yang terlibat ditindak tegas tanpa pandang bulu," ujarnya.
Sebagai bentuk komitmen berkelanjutan, pihaknya akan melakukan pemetaan lanjutan dan inventarisasi lahan konflik di kawasan konservasi. Termasuk memperkuat koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kejaksaan, serta Polda Lampung.
"Kami juga akan menyusun rencana rehabilitasi sosial dan lingkungan untuk kawasan yang telah rusak, dan mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian TNBBS," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat menemukan sebanyak 121 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan dalam kawasan TNBBS. Sementara itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Barat menyatakan siap kooperatif memberikan penjelasan kepada pihak kejaksaan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Barat, Ferdy Andrian, mengatakan tim pemberantasan mafia tanah menemukan 121 SHM yang secara administratif dan fisik berada dalam kawasan hutan TNBBS.
"Tim kami telah menemukan 121 SHM yang berada di dalam kawasan TNBBS. Kami menduga ada perbuatan melawan hukum dalam proses penerbitan hak atas tanah tersebut, yang berlangsung sejak beberapa tahun lalu, bahkan lebih dari 10 tahun,” kata Ferdy, Senin (16/6/2025).
Ia mengatakan pihaknya tengah mendalami kemungkinan adanya pelanggaran prosedur dalam penerbitan SHM tersebut. Menurutnya, penerbitan hak milik di dalam kawasan hutan konservasi merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan.
"Kami sedang mendalami kemungkinan adanya keterlibatan mafia tanah. Tidak kami tampik, indikasi ke arah sana ada. Oleh karena itu, kami segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait,” tegasnya.
Ferdy menambahkan, upaya penegakan hukum tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif dan solutif. Kejaksaan telah berkoordinasi dengan tim penertiban kawasan hutan untuk menyelamatkan hak negara sekaligus menjamin perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.
"Kami mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir. Kami tidak hanya melakukan penegakan hukum, tetapi juga mencari solusi terbaik agar hak-hak masyarakat tetap terlindungi,” ujarnya.
Ia juga menyarankan masyarakat yang merasa ragu terhadap status lahan yang dimiliki agar segera melakukan pengecekan langsung ke instansi terkait, yakni ATR/BPN Kabupaten Lampung Barat, guna memastikan apakah lahan tersebut termasuk dalam kawasan hutan atau tidak.
Kejari Lampung Barat berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan ini hingga tuntas demi menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari praktik mafia tanah.
Sementara itu, Kepala Kantor BPN Lampung Barat, Oki MP, mengatakan pihaknya siap memberikan penjelasan kepada Kejari terkait penerbitan 121 SHM di kawasan TNBBS.
"Saat ini kasusnya sudah bergulir dan tengah diperiksa oleh kejaksaan. Kami siap kooperatif memberikan penjelasan jika dipanggil,” ujar Oki, Selasa (17/6/2025).
Ia menjelaskan, kawasan TNBBS merupakan domain dari Kementerian Kehutanan melalui BPKHTL Bandar Lampung. Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi tersebut untuk melakukan klarifikasi dan pengujian terhadap letak bidang tanah yang tercantum dalam SHM dibandingkan dengan batas kawasan hutan TNBBS.
Oki menambahkan, pihaknya memiliki data pertanahan yang telah terintegrasi dalam sistem komputerisasi sejak 2021, sesuai dengan batas kawasan hutan terbaru. Data ini nantinya akan menjadi acuan untuk membandingkan dan memastikan status tanah.
Menurutnya, Kementerian Kehutanan telah beberapa kali melakukan penetapan kawasan hutan TNBBS, mulai dari tahun 1990 hingga terakhir pada 2021. Sementara dari 121 SHM yang ditemukan, sebagian diterbitkan pada rentang waktu tersebut.
"Jika SHM itu diterbitkan sebelum penetapan kawasan hutan TNBBS, maka perlakuannya akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku,” jelas Oki.
Untuk memastikan hal itu, BPN akan melakukan pengujian dan klarifikasi terhadap letak bidang tanah yang tercantum dalam SHM sesuai dengan tahun penetapan kawasan hutan. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 04 Agustus 2025 dengan judul "Satgas PKH Kejagung Sita 49.822 Hektar Lahan Ilegal di TNBBS”