Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 04 Agustus 2025

Pengelola Retribusi Pasar Tematik Lambar Diminta Lebih Transparan

Oleh Echa wahyudi

Berita
Anggota DPRD Lampung Barat, Nopiyadi, S.I.P. Foto: Ist.

Berdikari.co, Lampung Barat - Anggota DPRD Lampung Barat, Nopiyadi, S.I.P., menanggapi dugaan kebocoran retribusi Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung yang belakangan ramai menjadi sorotan publik.

Ia mendorong agar Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) selaku pengelola pasar tematik lebih transparan dalam mengelola anggaran retribusi.

Menurut Nopiyadi, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Pokdarwis.

Ia menegaskan, jika dana retribusi memang digunakan untuk kebutuhan pasar tematik, operasional, setoran PAD, biaya tak terduga, uang kas Pokdarwis, atau keperluan lainnya, maka sampaikan saja penggunaan tersebut secara terbuka dan profesional.

"Pengelola jangan takut terbuka ke publik dalam pengelolaan secara profesional. Kalau memang uang itu digunakan sesuai peruntukannya, tidak perlu khawatir, sampaikan saja. Transparansi ini justru akan menjaga kepercayaan publik terhadap Pokdarwis dan meningkatkan jumlah pengunjung," ujar Nopiyadi saat dihubungi baru-baru ini.

Ia menambahkan, pengelola yang tidak mau terbuka justru akan memunculkan kecurigaan publik.

"Kalau Pokdarwis menutup-nutupi rincian keuangan, itu akan menimbulkan tanda tanya besar. Jangan sampai masyarakat menjadi kecewa dengan pengelolaan wisata tersebut, yang dampaknya juga bisa merugikan pemerintah daerah. Baiknya terbuka saja soal keuangan ke publik, agar masyarakat semakin bangga dengan pengelolanya," tegasnya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.

Selain itu, ia juga menyoroti minimnya setoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung yang baru mencapai Rp23 juta.

Ia mendorong adanya kepastian terkait siapa yang bertanggung jawab terhadap penetapan PAD, apakah berada di bawah Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) atau Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar).

"Perlu ada kejelasan apakah dalam penetapan PAD ada target minimal atau tidak. Karena PAD yang masuk baru sekitar Rp23 juta melalui Disporapar, sementara pemasukan dari retribusi pasar tematik diperkirakan mencapai puluhan hingga ratusan juta. Ini harus segera diperjelas,” katanya.

Ia juga meminta Pemkab Lampung Barat segera melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pasar tematik tersebut untuk memastikan pengelolaannya lebih terbuka.

"Agar semuanya jelas. Kalau ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang, tentu harus jadi pertimbangan apakah perlu dilanjutkan atau diganti pengelolanya agar lebih baik. Jangan sampai jadi batu sandungan bagi kemajuan wisata pasar tematik tersebut," ujarnya.

Lebih lanjut, Nopiyadi menyampaikan harapannya agar pengelolaan Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung dapat dilakukan secara profesional, sehingga mampu mendongkrak perekonomian daerah dan penyerapan tenaga kerja lokal lebih maksimal, terlebih dengan nilai aset pasar tematik yang mencapai puluhan miliar rupiah.

"Jangan sampai potensi besar ini tidak dimanfaatkan secara maksimal hanya karena persoalan tata kelola. Jika dikelola dengan baik, objek wisata ini bukan hanya bisa menyumbang PAD besar, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar dan menyerap tenaga kerja lokal," tegasnya.

Sebelumnya, berdasarkan data yang dihimpun, sejak diresmikan pada 14 Juni 2025 lalu, Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung diperkirakan menghasilkan perputaran uang hingga ratusan juta rupiah. Namun, setoran PAD ke kas daerah baru mencapai Rp23 juta.

Dugaan kebocoran retribusi semakin menguat setelah sejumlah masyarakat menyebut bahwa kunjungan ke pasar tematik tersebut tidak pernah sepi setiap harinya. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak Pokdarwis belum memberikan keterangan resmi dan memilih bungkam terkait polemik yang terjadi. (*)

Editor Didik Tri Putra Jaya