Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 16 Juli 2025

Miswan Rody Sebut Kunjungan Baleg DPR RI ke Lampung Belum Sentuh Inti Persoalan Singkong

Oleh ADMIN

Berita
Anggota DPRD Provinsi Lampung sekaligus Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong, Miswan Rody. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota DPRD Provinsi Lampung sekaligus Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong, Miswan Rody, menyebut kunjungan kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ke Lampung belum menyentuh inti persoalan tata niaga singkong.

Miswan mengungkapkan, dalam pertemuan yang berlangsung pada Senin (14/7/2025), tidak ada agenda peninjauan ke perusahaan pengolahan singkong berskala besar. Padahal, perusahaan besar ini memiliki peran penting dalam menentukan harga dan daya serap hasil panen petani.

“Komitmen DPR RI dan pemerintah daerah untuk membantu petani singkong patut diapresiasi. Namun, sangat disayangkan tidak ada langkah konkret untuk melihat langsung proses di industri besar yang punya pengaruh besar terhadap tata niaga singkong,” kata Miswan, Selasa (15/7/2025).

Miswan mengungkapkan, kebijakan yang dirumuskan tanpa melibatkan pihak industri pengolah dikhawatirkan hanya menyentuh permukaan dan gagal menyelesaikan masalah dari akarnya.

“Kalau hanya mendengar suara petani tanpa mengetahui bagaimana pabrik beroperasi, hasil kebijakannya bisa timpang. Kita butuh pandangan menyeluruh dari seluruh pelaku rantai niaga,” katanya.

Ia berharap, penyusunan kebijakan ke depan dapat melibatkan semua pemangku kepentingan secara utuh.

“Kalau ingin memperbaiki ekosistem singkong secara menyeluruh, jangan hanya lihat dari sisi petani. Perusahaan besar juga perlu dilibatkan sebagai simpul penting dalam rantai pasok,” ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, kunjungan Baleg DPR RI ke Lampung dipimpin Ketua Tim sekaligus Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan.

Bob Hasan mengatakan, persoalan singkong sebenarnya memang sudah menjadi komoditas strategis, tetapi belum dilegalkan oleh peraturan atau regulasi.

Menurut Bob Hasan, isu krusial yang menjadi fokus utama adalah belum adanya payung hukum yang kuat untuk singkong sebagai komoditas strategis.

“Baleg akan berupaya keras merumuskan regulasi yang tepat, tidak hanya berpikir jangka pendek tetapi mencari solusi komprehensif,” tegasnya.

Ia menerangkan, rencana kunjungan Baleg DPR RI ke Lampung meliputi peninjauan pabrik pengolahan singkong dan lahan pertanian petani untuk melihat bagaimana sirkulasi hasil tani.

Bob Hasan juga menyoroti produktivitas singkong di Lampung yang masih sangat minim, padahal singkong adalah penopang hidup sebagian besar masyarakat Lampung.

Ia mengatakan, jenis singkong Lampung berbeda dengan singkong konsumsi, karena produknya bisa menjadi kertas, tapioka, bahkan etanol.

Sementara itu, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menjelaskan salah satu isu krusial permasalahan singkong di Lampung adalah membanjirnya tepung tapioka impor, sehingga menekan harga singkong lokal dan memicu perselisihan tak berkesudahan antara petani dan pabrik tapioka.

Mirzani mendorong pemerintah pusat untuk segera menerbitkan regulasi yang lebih ketat terkait impor tepung tapioka, serta mendorong hilirisasi komoditas singkong demi meningkatkan kesejahteraan petani.

“Saat ini, di gudang-gudang industri sudah hampir penuh dengan stok yang masih sulit keluar. Petani sudah tidak bisa masuk lagi karena gudang mereka sudah penuh,” ungkap Mirzani.

Mirzani melanjutkan, kondisi diperparah dengan situasi di negara-negara produsen singkong lain seperti Vietnam dan Thailand yang juga sedang kelebihan pasokan dan mencari pasar, salah satunya Indonesia.

Menghadapi situasi tersebut, Mirzani meminta bantuan Baleg DPR RI untuk segera menerbitkan regulasi nasional yang mengatur tata kelola singkong secara komprehensif.

Ia berharap, ada pembatasan atau pengetatan terhadap impor tepung tapioka setidaknya untuk sementara, agar harga tapioka lokal bisa kembali bersaing di pasaran.

Menurut Mirzani, perlu kolaborasi erat antara petani, industri tepung tapioka, dan end-user (industri pengguna tepung tapioka) yang diatur dalam regulasi. Selama ini, ketiga pihak tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa sinergi yang berarti, sehingga menyebabkan kualitas rendah dan produktivitas stagnan.

“Kalau mau bagus komoditas petani kita, harganya murah, produksinya banyak, itu harus ada kerja sama yang baik. Dan ini membutuhkan regulasi,” tegasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas