Berdikari.co, Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi Unila, Usep Syaipudin,
mengatakan defisit anggaran yang dialami Pemprov Lampung harus segera
dievaluasi agar tidak berkepanjangan dan menurunkan kepercayaan investor.
“Defisit ini bisa saja menghambat pembayaran program prioritas atau bahkan
operasional pelayanan publik. Jika berlangsung terus-menerus, investor bisa
ragu menanamkan modalnya karena melihat keuangan daerah yang tidak sehat,” ujar
Usep, Senin (14/7/2025).
Usep menyarankan, langkah awal yang perlu dilakukan Pemprov Lampung adalah
mengevaluasi pengeluaran, termasuk memangkas anggaran yang tidak prioritas dan
menghilangkan pemborosan.
“Pemprov harus segera memangkas anggaran yang tidak mendesak dan menghindari
pemborosan,” ucapnya.
Usep juga menekankan pentingnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang bersumber dari empat sektor utama, yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, serta Lain-lain PAD yang
sah.
“Perlu juga ada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang kewajiban
membayar pajak. Pemerintah bisa memberi insentif kepada wajib pajak yang taat,
sekaligus sanksi tegas bagi yang menunggak,” jelasnya.
Untuk sektor retribusi daerah, lanjut Usep, Pemprov perlu meningkatkan
kualitas pelayanan publik, karena kontribusi dari retribusi erat kaitannya
dengan kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan.
“Penerimaan retribusi sangat berkaitan erat dengan mutu layanan publik yang
diberikan kepada masyarakat,” terangnya.
Usep juga menekankan pentingnya optimalisasi aset daerah yang selama ini
tidak produktif, sehingga bisa dioptimalkan melalui berbagai skema kerja sama.
“Aset-aset milik daerah bisa dimanfaatkan melalui skema kerja sama yang
menguntungkan. Selain itu, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus didorong untuk
lebih berkontribusi terhadap PAD,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Unila, Dedy Hermawan, menyebut
tata kelola keuangan Pemprov Lampung dalam kondisi belum sehat.
Dedy mengatakan, berbagai persoalan seperti utang Dana Bagi Hasil (DBH)
serta realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum mencapai target menjadi
gambaran nyata dari permasalahan tersebut.
“Situasi ini merupakan pekerjaan rumah yang sangat serius bagi gubernur. Tata
kelola keuangan yang bermasalah akan berdampak langsung pada berbagai sektor
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Dedy, Senin (14/7/2025).
Ia membeberkan, salah satu fokus utama yang harus segera ditangani adalah
persoalan PAD. Menurutnya, Pemprov perlu melakukan diagnosis mendalam untuk
mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan pendapatan daerah sulit
mencapai target.
“Permasalahan PAD harus diurai dengan cermat. Apakah ini disebabkan oleh
lemahnya sistem pemungutan pajak, kebocoran anggaran, atau kurangnya inovasi
dalam menggali potensi pendapatan daerah. Tanpa pemahaman yang jelas, solusi
yang diambil hanya akan bersifat sementara,” jelas Dedy.
Dedy melanjutkan, setelah masalah teridentifikasi dengan baik, langkah
penanganan atau treatment yang dilakukan
harus tepat dan terukur.
“Gubernur harus mampu merumuskan kebijakan yang tidak hanya menyelesaikan
masalah jangka pendek, tetapi juga memperbaiki sistem keuangan secara
menyeluruh untuk jangka panjang,” ujar Dedy.
Ia menegaskan, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan
daerah harus menjadi prioritas.
“Dengan tata kelola yang baik, kepercayaan publik akan meningkat, dan ini juga
akan berdampak positif pada kinerja pemerintahan secara keseluruhan,” ujar
Dedy. (*)