Berdikari.co, Lampung Barat – Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) menegaskan komitmennya dalam menjaga kelestarian hutan konservasi dan menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam proses penerbitan 121 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang belakangan diketahui berada di dalam kawasan konservasi TNBBS.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Bidang Pengelolaan TNBBS Wilayah II Liwa, San Andreas Jatmiko, menanggapi hasil investigasi Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat yang mengungkap keberadaan ratusan sertifikat ilegal di kawasan yang seharusnya bebas dari kepemilikan individu.
“Dalam proses terbentuknya sertifikat tersebut, kami tidak pernah dilibatkan, baik dalam pengukuran lokasi maupun penyusunan buku ukur tanah. Ini menunjukkan ada prosedur yang tidak dijalankan oleh BPN,” ujar San Andreas, Rabu (18/6/2025).
Menurutnya, TNBBS mendukung penuh langkah penegakan hukum yang kini dilakukan Kejari untuk membongkar dugaan pelanggaran administrasi dan pidana dalam penerbitan sertifikat tersebut.
“Kami sepenuhnya mendukung langkah Kejari. Ini sejalan dengan komitmen kami untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan sebagai kawasan konservasi murni,” tegasnya.
San Andreas juga mengungkapkan, indikasi keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini sebenarnya telah menjadi fokus perhatian Satuan Tugas Penegakan Hukum TNBBS yang sebelumnya dipimpin langsung oleh Dandim 0422/LB. Tim ini juga menemukan adanya dokumen Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diterbitkan atas lahan di dalam kawasan konservasi.
“Temuan PBB dan sertifikat dalam kawasan TNBBS merupakan bagian dari target operasi Satgas Penertiban. Kami berharap seluruh tujuan penertiban ini tercapai agar hutan negara, khususnya TNBBS, bisa kembali lestari dan bebas dari praktik ilegal,” jelasnya.
Lebih lanjut, pihak TNBBS juga telah melakukan koordinasi intensif dengan Kejari Lampung Barat, khususnya dengan Seksi Pidana Khusus (Pidsus), guna memperkuat sinergi dalam pengungkapan kasus ini.
“Namun karena proses masih dalam penyelidikan, kami belum bisa memberikan keterangan lebih detail. Kita ikuti saja proses hukumnya di Kejari,” tutup San Andreas.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut integritas tata kelola kawasan konservasi serta pentingnya sinergi antarinstansi dalam menghadapi praktik perampasan lahan negara oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. (*)