Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 18 Juni 2025

DPRD Minta Oknum Pegawai Terlibat Penerbitan Sertipikat di TNBBS Harus Ditindak Tegas

Oleh ADMIN

Berita
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Budiman AS. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Budiman AS, menyampaikan keprihatinannya terkait penerbitan sebanyak 121 Sertipikat Hak Milik (SHM) di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Ia menegaskan bahwa penerbitan SHM di kawasan tersebut jelas menyalahi aturan, karena dilakukan di atas hutan lindung.

"Kami prihatin dengan kondisi seperti ini, terutama terhadap BPN yang menerbitkan sertipikat tersebut. Ini bisa menjadi perbuatan melawan hukum. Tidak mungkin SHM tiba-tiba terbit di hutan lindung tanpa proses panjang. Ini harus ditelusuri," tegas Budiman, Selasa (17/6/2025).

Budiman menilai tindakan tersebut sangat merugikan masyarakat dan lingkungan karena berpotensi merusak ekosistem serta menimbulkan bencana seperti banjir.

"Hutan dialihfungsikan, flora dan fauna rusak, masyarakat yang akhirnya dirugikan. Ini harus dihentikan. Jika ada oknum yang terlibat, harus ditindak tegas," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mendorong BPN untuk melakukan investigasi internal secara terbuka terhadap penerbitan SHM tersebut. Ia menduga kuat adanya keterlibatan mafia tanah dalam proses tersebut.

"BPN itu sangat paham mana wilayah yang bisa diterbitkan sertipikat dan mana yang tidak. Jadi harus jelas, apa latar belakang tanah-tanah itu bisa disertipikasi," tandasnya.

Menurut Budiman, jika ditemukan unsur pidana dalam kasus ini, aparat penegak hukum harus mengusutnya hingga tuntas.

"Kalau ada pidananya, harus dituntaskan. Ini penting sebagai efek jera agar praktik seperti ini tidak terulang," imbuhnya.

Pernyataan serupa disampaikan oleh anggota DPRD Kabupaten Lampung Barat, Nopiyadi. Ia meminta Kejari Lampung Barat mengusut tuntas dugaan mafia tanah di Bumi Beguai Jejama Sai Betik.

Nopiyadi mengapresiasi kinerja Kejari yang berhasil mengungkap dan mengamankan dokumen penting terkait kasus tersebut. Ia menilai langkah itu sebagai bukti keseriusan aparat penegak hukum dalam memberantas praktik ilegal, khususnya terkait penguasaan dan pengalihan tanah di kawasan hutan lindung.

"Saya selaku anggota DPRD Lampung Barat sangat mengapresiasi langkah cepat dan tepat yang dilakukan Kejari. Ini menjadi tonggak awal untuk membongkar praktik mafia tanah yang selama ini meresahkan masyarakat dan merugikan negara, khususnya di kawasan konservasi seperti TNBBS," kata Nopiyadi, Selasa (17/6/2025).

Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu liar.

"Kita tunggu penanganan dari pihak Kejari. Kita berpikir positif. Apakah nanti statusnya memang harus dikembalikan ke TNBBS atau bagaimana, semua harus jelas untuk kebaikan masyarakat juga," ungkapnya.

Nopiyadi menegaskan bahwa keberadaan ratusan SHM di kawasan TNBBS merupakan indikasi kuat adanya praktik mafia tanah yang terstruktur. Ia mendesak Kejaksaan untuk tidak berhenti pada pengumpulan dokumen semata.

"Harus segera ditindaklanjuti dengan investigasi mendalam untuk mengungkap siapa saja yang terlibat, baik dari pihak penerbit, pemohon, maupun oknum-oknum lain yang mungkin memuluskan proses penerbitan tersebut," paparnya.

"Kejaksaan harus menyelidiki secara menyeluruh. Siapa yang menerbitkan, siapa yang menerima, dan bagaimana tanah di kawasan TNBBS bisa memiliki SHM. Ini pelanggaran serius dan harus ditindak tegas," lanjutnya.

Nopiyadi juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran lahan murah yang tidak jelas legalitasnya. Menurutnya, banyak oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan ketidaktahuan warga untuk menjual lahan di wilayah terlarang, termasuk dalam kawasan hutan lindung.

"Warga jangan mudah percaya dengan iming-iming harga murah dan janji penerbitan sertifikat oleh oknum yang bukan dari instansi resmi seperti BPN. Apalagi jika lahan tersebut berada di kawasan TNBBS atau area yang secara hukum tidak bisa dimiliki secara pribadi. Itu bisa menjadi jebakan hukum," tegasnya.

Ia meminta pemerintah, aparat penegak hukum, serta pihak terkait seperti Balai Besar TNBBS dan BPN untuk meningkatkan pengawasan dan edukasi kepada masyarakat mengenai status lahan agar mereka tidak terjerumus ke dalam praktik ilegal yang bisa berdampak hukum.

"Banyak masyarakat awam yang tidak tahu bahwa tanah yang mereka beli masuk dalam kawasan hutan lindung. Oleh karena itu, selain penegakan hukum, edukasi juga penting dilakukan secara masif dan berkelanjutan," imbuh Nopiyadi.

Ia menilai kejadian ini sebagai momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pertanahan, khususnya di Lampung Barat dan daerah lain yang berbatasan dengan kawasan konservasi.

"Jika praktik semacam ini terus dibiarkan, negara akan merugi secara ekonomi dan lingkungan hidup kita juga akan hancur. Jika hutan lindung terus dirambah karena ulah mafia tanah, kita tidak hanya kehilangan sumber daya alam, tapi juga menghadapi bencana ekologis seperti banjir, longsor, dan kepunahan satwa," pungkasnya. (*)

 

Editor Sigit Pamungkas