Berdikari.co, Bandar Lampung - PT Bumi Waras dan PT Sinar Laut saat ini
tidak lagi membeli singkong dari petani dengan alasan pabrik dalam kondisi
overload.
Hal tersebut disampaikan Ketua Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia
(PPUKI) Provinsi Lampung, Dasrul Aswin, usai bertemu dengan Gubernur Lampung,
Rahmat Mirzani Djausal, di kantor Gubernur Lampung, Jumat (7/3/2025).
Dasrul Aswin mengatakan, ia datang untuk melaporkan kepada Gubernur Lampung
adanya perusahaan yang tidak lagi membeli singkong petani.
"Hari ini kita bertemu pak Gubernur menyikapi perusahaan Bumi Waras
dan Sinar Laut yang tutup karena menurut mereka saat ini pabrik dalam
kondisi overload," kata Dasrul, Jumat (7/3/2025).
Dasrul mengungkapkan, kedua perusahaan besar tersebut tidak lagi membeli
singkong dari petani sejak satu minggu yang lalu.
"Kedua perusahaan itu tutup sudah ada semingguan, tapi hanya pabrik
besar yaitu Sinar Laut dan Bumi Waras. Kalau kalau pabrik kecil hanya satu atau
dua saja yang tutup," jelasnya.
Dasrul mengatakan, dampak dari penutupan kedua perusahaan tersebut
mengakibatkan petani harus lebih sabar menunggu untuk dapat menjual singkongnya
ke pabrik.
"Pengaruhnya singkong jadi menumpuk. Karena pas panen bareng barangnya
banyak. Seharusnya sehari sudah bisa menimbang dan selesai, ini bisa 2 sampai 3
hari baru bisa menimbang," katanya.
Ia juga mengatakan, saat ini sebagian besar perusahaan telah mengikuti
harga yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian.
Harga standar singkong Rp1.350 per kilogram dengan kadar aci 24 persen. Dan
untuk kadar aci 25 hingga 30 persen ada tambahan harga.
"Harga singkong di lapangan ada yang sudah mengikuti dan ada yang
belum. Yang sudah mengikuti betul ya pabrik besar yang sekarang tutup dan ini
belum jelas apakan mereka tutup karena tidak untung atau seperti apa,"
ungkapnya.
Padahal, lanjut dia, perusahaan milik Bumi Waras sudah membeli singkong
petani yang kadar acinya mencapai 30 persen.
"Informasinya Bumi Waras ada dua pabrik yang ditargetkan kadar pati 24
persen sampai 30 persen. Itu pabrik Lampung Tengah SB 7 dan pabrik di Way
Jepara Lampung Timur," jelasnya.
Namun, sambung dia, petani di lapangan masih ada yang mendapatkan harga
Rp1.500 dan Rp1.013 per kilogram.
"Harga singkong masih bervariasi, karena ada yang ikut harga
berdasarkan kadar pati. Kalau pati tinggi maka harga juga tinggi sampai
Rp1.500. Ada yang cuma Rp1.013 kalau kadar patinya hanya 18 persen,"
ujarnya.
Menurut Dasrul, dalam waktu dekat Pemprov Lampung berencana memanggil kedua
perusahaan tersebut. "Gubernur akan mengadakan pertemuan dengan para
perusahaan semoga ada hasil yang terbaik. Kalau kami petani tetap
berpegang teguh terhadap keputusan Menteri Pertanian baik yang alternatif
pertama maupun kedua," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, mengatakan
siap mencarikan solusi atas permasalahan sektor pertanian di daerahnya.
"Pemerintah daerah siap membantu dalam meningkatkan sektor pertanian,
sekaligus mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi di pertanian,"
kata Mirzani.
Ia mengatakan, salah satunya adalah mengenai permasalahan ubi kayu, yang
sejak beberapa waktu lalu hingga saat ini masih ada beberapa pabrik tapioka
yang belum beroperasi secara maksimal.
"Masalah beberapa pabrik tapioka yang kembali tidak beroperasi atau
tutup lagi, ini mungkin karena pabrik merasa merugi dengan harga yang
ditetapkan. Nanti kami akan bantu kembali komunikasikan ke pemerintah pusat
untuk mencari solusi mengenai permasalahan ini," katanya.
Mirzani menjelaskan, permasalahan tersebut harus diselesaikan secara
bersama-sama, untuk mencegah ada pihak yang dirugikan sekaligus untuk menjaga
produktivitas sektor pertanian dan menjamin kesejahteraan petani di Lampung.
"Saya mengimbau agar semua pihak bisa berdiskusi dengan baik terkait
ini, untuk memecahkan masalah. Sebab saat ini petani pun harus segera menjual
hasil panen, kami akan berupaya mencari solusi terbaik," ucap Mirzani. (*)