Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 12 Desember 2024

KKP Amankan 51.951 Benih Lobster Ilegal di Lampung, Akan Dijual ke Vietnam, Satu Ekor 150 Ribu

Oleh Redaksi

Berita
konferensi pers hasil kegiatan operasi penangkapan pelaku penyelundupan BBL di Kantor Satwas PSDKP Pesawaran, pada Rabu (11/12/2024). Foto: Sri.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih bening lobster (BBL) ilegal sebanyak 51.951 ekor di Provinsi Lampung. Penyelundupan ini berpotensi merugikan negara senilai Rp7,8 miliar.

BBL tersebut terdiri atas 42.751 ekor lobster pasir, 7.000 ekor lobster mutiara, dan 2.200 ekor jenis pasir lainnya. Harga BBL di pasar internasional mencapai Rp150 ribu per ekor.

Barang bukti lain yang diamankan meliputi satu unit mobil Mitsubishi Xpander, tiga telepon genggam, kartu ATM, dan buku catatan. 

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan, BBL ini rencananya akan dikirim ke Vietnam melalui jalur laut ilegal yang dikenal sebagai "jalur kiri".

Modusnya adalah mengumpulkan BBL dari nelayan di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, kemudian disimpan di gudang sebelum dikirim ke pelabuhan di Jambi. Dari sana, barang akan diangkut menggunakan speedboat untuk diekspor ke luar negeri. 

"Operasi kali ini kita berhasil amankan sebanyak 52 ribu ekor BBL. Kalau harga BBL di luar neger Rp150 ribu per ekor, sehingga jika kita kalikan kerugian negara mencapai Rp7,8 miliar," kata Pung Nugroho Saksono saat konferensi pers hasil kegiatan operasi penangkapan pelaku penyelundupan BBL di Kantor Satwas PSDKP Pesawaran, pada Rabu (11/12/2024).

Ia mengatakan, barang bukti berupa BBL akan dilepas kembali ke habitat aslinya untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut.

“Operasi ini kita lakukan pada 9 Desember 2024 yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Angkatan Laut, Bea Cukai, dan Kepolisian. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas jalur distribusi ilegal,” ujarnya. 

Pung mengungkapkan, dua orang kurir berinisial AP dan MAD berhasil ditangkap di jalan wilayah Kabupaten Pesawaran. Keduanya diketahui bekerja atas perintah DS, pemilik BBL.

“Hasil penyelidikan awal menunjukkan para pelaku tidak memiliki dokumen resmi, termasuk Surat Keterangan Asal Benih (SKAB), yang diperlukan untuk mendistribusikan BBL,” terangnya. 

Pihaknya akan terus mendalami kasus ini hingga menemukan jaringan utama yang mengendalikan perdagangan ilegal tersebut.

“Kami juga bekerja sama dengan PPATK untuk melacak aliran dana dari kegiatan ini," ujar Pung.

Menurutnya, permintaan BBL dari Vietnam sangat tinggi. Berapa pun jumlah BBL yang tersedia, mereka akan menerimanya.

"Pelaku distribusi BBL ilegal ini dijerat dengan Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta Pasal 55 KUHP," tegasnya.

Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung, Liza Derni, menegaskan pentingnya membedakan antara jalur legal dan ilegal dalam distribusi BBL.

Jalur resmi melalui koperasi telah memiliki mekanisme yang sesuai dengan peraturan pemerintah, dengan harga Rp14 ribu per ekor. Sedangkan jalur ilegal tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai upaya konservasi dan budidaya sumber daya laut. 

"Kami mendorong para pelaku usaha untuk memanfaatkan jalur resmi yang sudah ada, sehingga bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut," kata Liza.

Sebelumnya diberitakan, maraknya penyelundupan benih lobster asal Pesisir Barat disebabkan banyak nelayan menjual ke pengepul ilegal karena harganya lebih mahal.

Kabid Konservasi pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pesisir Barat, Hijrah Amin, mengungkapkan sesuai Permen KP Nomor 7 Tahun 2024, nelayan yang sudah bergabung dalam Kelompok Usaha  Bersama (KUB) memiliki Nomor Induk Berusaha (KUB) serta kuota benih lobster yang bisa ditangkap dari perairan laut.

Namun, lanjut dia, di lapangan saat ini terdapat nelayan jalur kanan (legal) dan jalur kiri (ilegal). Nelayan jalur kanan menjual benih lobster hasil tangkapannya langsung ke tempat pelelangan benih lobster resmi yang berada di Kuala Stabas. Sedangkan nelayan jalur kiri memilih menjual benih lobster ke bakul atau pengepul ilegal.

“Adanya nelayan jalur kiri ini karena mereka bisa menjual benih lobster dengan harga lebih mahal ke bakul. Sementara nelayan jalur kanan yang menjual resmi di tempat pelelangan dihargai Rp8.500 per ekor sesuai aturan yang sudah ditetapkan,” kata Hijrah, pada Rabu (16/10/2024) lalu.

Hijrah menerangkan, tempat pelelangan benih lobster Kuala Stabas baru dua bulan beroperasi yang buka pada hari Senin hingga hari Jumat.

Di Pesisir Barat saat ini ada sebanyak 17 KUB yang sudah memiliki NIB dan kuota. Satu KUB beranggotakan minimal 10 nelayan.

“Dalam satu hari di tempat pelelangan benih lobster Kuala Stabas bisa terjadi transaksi jual beli sampai kira-kira sebanyak 20 ribu ekor untuk sekali pengiriman. Pengiriman ini dilengkapi dengan SKAB (Surat Keterangan Asal Benur),” jelasnya.

Menurut Hijrah, DKP Pesisir Barat sudah dua kali mengirimkan surat edaran berisi imbauan kepada nelayan yang sudah memiliki kuota dan NIB untuk tidak menjual benih lobster ke jalur kiri.

Namun, lanjut Hijrah, di lapangan hingga kini masih banyak nelayan yang menjual benih lobster ke jalur kiri. Selanjutnya, benih-benih lobster ilegal inilah yang diselundupkan hingga ke luar negeri.

“Minggu lalu atau sekitar dua minggu lalu di sini digelar FGD (focus group discussion) yang dihadiri Pj Gubernur, forkompinda termasuk kepolisian, kejaksaan, angkatan laut dan angkatan darat, yang berkomitmen untuk melakukan pemberantasan penyelundupan benih lobster ilegal,” jelasnya.

Menurutnya, harus ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap bakul atau pengepul ilegal agar mereka tidak menampung benih lobster lagi.

“Karena transaksi jual beli benih lobster di tempat pelelangan Kuala Stabas ini akan menyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Setiap satu ekor benih lobster masuk ke PAD Rp500. PAD ini akan masuk langsung ke provinsi. Dari provinsi ini yang kemudian akan dibagi ke daerah,” jelasnya.

Sementara seorang pengepul benih lobster di Pesisir Barat yang minta namanya jangan ditulis mengatakan, di sepanjang pantai Pesisir Barat sedikitnya ada enam pengepul yang menampung benih lobster dari nelayan. Ia mengaku, para pengepul dibekingi oknum aparat sehingga berani membeli benih lobster dari nelayan.

"Kalau tidak dibeking oknum aparat susah keluar dari sini dan tidak ada jaminan tidak kena razia di Karang (Bandar Lampung) dan Bakauheni. Semua sudah ada yang pegang,” kata pengepul ini.

Ia mengakui, sampai saat ini penjualan benih lobster di Pesisir Barat masih marak terjadi. “Masih marak sampai saat ini. Karena ada backup aparat yang mengamankan bisnis benur ilegal ini,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, pembelian benur lobster dalam jumlah banyak terjadi di pesisir pantai Bengkunat sampai Ngambur. Jumlah benih lobster yang dibeli pengepul bisa mencapai 10 ribu ekor setiap hari.

"Kalau dari kami (pengepul) membeli benih lobster dari nelayan dengan harga Rp12 ribu per ekor. Harga ini relatif, bisa tinggi kalau pembelian sedikit. Tetapi kalau pembeliannya banyak ya harga murah,” ujar dia.

Ia melanjutkan, benih lobster asal Pesisir Barat rata-rata dijual ke pulau Jawa. Setelah benur terkumpul banyak, kata dia, lalu diangkut menggunakan mobil mewah untuk mengelabui petugas di Pelabuhan Bakauheni. “Pengangkutan benih lobster menggunakan mobil mewah seperti Fortuner dan Pajero,” ucapnya. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 12 Desember 2024, dengan judul "KKP Amankan 51.951 Benih Lobster Ilegal di Lampung, Akan Dijual ke Vietnam, Satu Ekor 150 Ribu"

Editor Didik Tri Putra Jaya